Kelebihan bayar proyek penyiapan lahan untuk pembangunan huntap Pombewe 2A, TA 2019-2021 di Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW Sulawesi Tengah) mencapai Rp549 juta sekian. Temuan hasil kalkulasi BPKP itu, penggunaanya tidak dapat di telusur dan ditenggarai belum sepenuhnya dikembalikan ke kas Negara.
Temuan Badan Pengawasan Keuangan & Pembangunan (BPKP perwakilan Sulawesi Tengah) yang belum ditindaklanjuti itu, lantas kemudian memantik penggiat anti rasuah di Sulawesi Tengah angkat bicara.
“Kelebihan bayar” ini untuk proyek Land Clearing and Land Development pekerjaan galian tanah mekanis, pemadatan tanah dan pembentukan tapak huntap di Pombewe dengan nilai kontrak USD 428,571 atau setara Rp5 Miliar.
Baca Juga : Jejak “Rasuah” Lahan Huntap Pombewe
Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) dalam keteranganya kepada Trilogi, mengaku akan mengawal penegakan hukum dalam kasus ini hingga ke pengadilan. Pengawalan tersebut perlu dilakukan untuk meminimalisir celah korupsi terkait pengelolaan dana Pinjaman Hutang Luar Negeri (PHLN) yang dikelolah BPPW Sulteng untuk penanganan bencana di Sulawesi Tengah.
Hal ini ditegaskan oleh Kordinator KRAK Sulteng, Harsono Bareki, yang didampingi peneliti KRAK, Abdul Salam, saat ditemui di gedung Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Senin 1 April 2024 kemarin.
“KRAK perlu mengambil peran untuk memastikan temuan kerugian keuangan negara dalam proses kasus ini diusut sampai tuntas karena selama ini banyak persoalan yang dilanggar dalam pengelolaan dana bencana di Sulawesi Tengah” tegas Harsono.
Harsono menegaskan perlunya komunikasi KRAK dengan aparat penegak di daerah untuk memastikan proses hukum berjalan. Sebab, indikasi penyimpangan atas temuan BPKP dalam pengelolaan dana bencana pada kegiatan infrstruktur permukiman 5 tahun lalu jelas telah berpotensi terjadinya korupsi.
Baca Juga : Land Clearing Pusing Tujuh Keliling
Lewat pengawalan kasus ini, diharapkan akan terjadi penguatan lembaga-lembaga pengawasan internal di Balai serta perbaikan sistem tata kelola keuangan Negara yang ada di daerah.
“Lemahnya pengawasan dan tata kelolah yang buruk menunjukkan penanganan dana bencana tidak luput dari baying-bayang korupsi, terutama pada kegiatan National Management Consultan – Contigency Emergency Response Component (NMC-CERC) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana yang ditangani BPPW Sulteng. Akibatnya sudah ada penyelenggara Negara dan rekanan proyek berstatus tersangka dala kasus lain” ungkapnya.
Sementara itu peneliti KRAK Sulteng, Abdul Salam menambahkan atas temuan kerugian keuangan Negara di salah satu proyek NMC-CERC Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana yang ditangani BPPW Sulteng, perlu dilakukan pengusutan secara mendalam. Hal itu dikarenakan adanya kelalaian penyelenggara Negara dalam mengelola dana bencana.
Abdul Salam mengatakan sepanjang tahun 2021-2024, temuan BPKP sebesar Rp549.058.374,47, baru dikembalikan sebanyak Rp78,464.459 sementara sisahnya sebesar Rp470,593.915,47 dikabarkan belum dikembalikan ke kas Negara, Ini melanggar hukum dan perlu diusut tuntas.
Baca Juga : Mandi Suap Duit Haram
“Kasus ini sama dengan temuan pada proyek lain yang sudah berperkara di Kejari Palu. Penyidik temukan kerugian keuangan Negara di proyek sumur artesis yang ditangani BPPW dan sudah menetapkan dua orang jadi tersangka. Kasusnya sama, harusnya ini juga jadi perhatian pemerintah” bebernya.
Dalam proses perencanaan, dan pengawasan paket berupa pembersihan dan penyiapan lahan Land Clearing and Land Development Pombewe II-A, Abdul Salam menjelaskan, penyelenggara Negara dalam urusan proyek itu tidak cermat cenderung lalai melakukan kegiatan paket dalam kondisi darurat.
Menurutnya, volume hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor perusahaan PT Berkat Meriba Jaya, menunjukan banyak persoalan diantaranya terdapat beberapa ketidaksesuain data harga satuan, selisih volume pekerjaan dan harga satuan antar paket pekerjaan dan nilai kerja tambah melebihi 10%.
Baca Juga : NGERI-NGERI SUAP…!
KRAK juga mengendus banyak keanehan sejumlah kegiatan infrastruktur permukiman untuk penyiapan lahan huntap bencana di Sulawesi Tengah. Salah satunya paket pekerjaan Direct Contracting atau penunjukan langsung, berupa pembersihan dan penyiapan lahan LC/LD Pombewe II-A. Alhasil temuan itu, Abdul salam mendesak, agar penegak hukum menindaklanjuti untuk mengusut kerugian keuangan Negara.
“Dengan kasus Ini, kami akan dorong untuk dilakukan pengusutan dan akan kami kawal. Karena jelas, pengembalian keuangan Negara dalam suatau proyek tidak menghilangka jejak perkaranya dan itu ada diatur di undang-undang” jelasnya.
BPKP perwakilan Sulawesi Tengah menyoroti sejumlah paket NMC-CERC Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulawesi Tengah yang ditangani oleh BPPW Sulteng, salah satunya proyek pembersihan dan penyiapan lahan LC/LD Pombewe II-A.
Hasil audit BPKP tiga tahun lalu, menyatakan temuan yang menimbulkan kerugian keuangan Negara akibat ditenggarai kelewat mahal dan salah perhitungan.
Hasil investigasi Trilogi, melalui laporan kegiatan NMC-CERC Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulawesi Tengah yang ditangani oleh Ditjen Cipta Karya Kementrian PUPR melalui BPPW Sulteng.
Untuk memenuhi kebutuhan penanganan pada masa tanggap darurat secara cepat, Tahun Anggaran 2019 silam dilaksanakan paket-paket kegiatan NSUP-CERC untuk pekerjaan konstruksi melalui metode Direct Contracting atau penunjukan langsung, salah satunya termasuk paket pembersihan dan penyiapan lahan Land Clearing and Land Development Pombewe II-A.
Baca Juga : Anggaran Hilang Rusak Jalan Terbilang
Proyek itu dikerjakan oleh PT Berkat Meriba Jaya dengan Nomor kontrak HK.02.01/KONT/BPPW/PKP.ST/254 yang dibandrol sebesar Rp5 miliar.
Pekerjaan tersebut dilaksanakan merujuk pada kebijakan Peraturan Kepala LKPP No.13 tahun 2018 dan berdasarkan Surat Ketua Harian Pusat Komando Satgas Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR No.UM.01.03.C6/SATGAS-PB/135 tanggal 4 April 2019 karena paket kegiatan masuk dalam kategori urgent activities.
Pada tahun anggaran 2019 telah dilaksanakan audit BPKP yang dilakukan dalam 2 tahapan waktu pelaksanaa. Audit pertama dilaksanakan pada bulan November 2019 dengan hasil audit telah dituangkan dalam Laporan No LHA-457/PW19/2/2019 tanggal 23 Desember 2019.
Sementara audit kedua dilaksanakan pada periode mulai tanggal 16 April 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020. Hasil audit kedua juga telah dituangkan dalam Laporan No LHA-97/PW19/2/2020 tanggal 29 Mei 2020. Tidak ada masalah dalam audit pertama dengan tidak adanya sanggahan dari para rekanan penyedia jasa dan PPK terkait temuan audit. Pada audit kedua, terdapat masalah pada pemeriksaan dokumen paket pekerjaan, salah satunya Land Clearing and Land Development Pombewe II-A.
Baca Juga : Main Serong di Gunung Potong
Sorotan tajam terhadap kinerja anggaran Pinjaman Hutang Luar Negeri (PHLN) yang dikelolah oleh BPPW Sulteng untuk pembersihan dan penyediaan lahan huntap Pombewe II-A periode 2019-2021 kembali mengemuka, menyusul temuan BPKP soal penggunaan anggaran proyek senilai Rp549.058.374,47, yang tak dapat ditelusuri.
Proyek di lumbung uang diatas lahan seluas 201,12 hektare dibekas HGU PT Hasfarm Hortikultura Sulawesi yang dibebaskan oleh pemerintah setempat melalui surat Keputusan Gubernur Sulteng No.369/516/DIS.BMPR-G.ST/2018, telah selesai dikerjakan.
Namun pengalokasian pembayaran pada nilai proyek itu itu perlu ditinjau ulang. Belum lagi, ada dana temuan yang belum tuntas dikembalikan ke kas Negara. Untuk itu, pemerintah diminta turun melakukan upaya investigasi pengelolaan anggaran proyek itu sudah merugikan Negara dan pelanggaran hukum.