Audit BPKP menemukan kerugian keuangan Negara pada Proyek bencana di Sulawesi Tengah untuk pembangunan infrastruktur permukiman lahan huntap Pombewe II-A di Kabupaten Sigi, Tahun 2019-2021. Selain kas Negara ikut jebol, juga melangar hukum.
Kerugian yang ditanggung negara cukup besar dari nilai kontrak mencapai USD 428,571 atau setara Rp 5 miliar pada proyek Land Clearing and Land Development, 5 tahun yang lalu. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menentukan, pemakaian dana sebesar Rp549.058.374,47 dinyatakan tak dapat ditelusuri.
Baca Juga : Proyek 79 Miliar Digoyang Lindu
Penyelenggara proyek Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW Sulawesi Tengah) bersama penyedia jasa PT Berkat Meriba Jaya diduga terkait dengan proyek pekerjaan galian tanah mekanis, pemadatan tanah dan pembentukan tapak huntap II-A di Pombewe.
Sudah tiga tahun berlalu persoalan temuan kerugian negara Rp549.058.374,47 mencuat, namun hingga tahun 2024 pengembalian uang negara itu baru seujung kuku, cuma Rp78,464.459 sementara sisahnya Rp470,593.915,47 di tenggarai belum dikembalikan ke kas Negara.
Kontraktor pelaksana PT Berkat Meriba Jaya, Risman Recky Wentinusa, bersama penyelenggara proyek pembangunan infrastruktur permukiman lahan huntap Pombewe II-A periode 2019-2021 diantaranya, mantan Kepala BPPW Sulteng, Ferdinan Kana Lo, Sahabuddin, mantan Kasatker PKP, Aksa Mardhani dan PPK PKP I Sulawesi Tengah, Asmi Hayat, justru memilih tidak menjawab saat dilakukan upaya konfirmasi belum lama ini.
Baca Juga : Ambyar, Proyek Jalan 79 Miliar !
Hingga berita ini di rilis, upaya permintaan konfirmasi Trilogi melalui pesan whatsap kepada pihak terkait dalam pelaksanaan pekerjaan galian tanah mekanis, pemadatan tanah dan pembentukan tapak huntap yang memicu kerugian keuangan Negara, juga tidak bersambut.
Padahal, berdasarkan keterangan sumber Trilogi disebutkan, bahwa proyek sektor infrastruktur untuk pembersihan dan penyiapan lahan huntap Pombewe II-A yang dikerjakan oleh PT Berkat Meriba Jaya, total temuan sebesar Rp549.058.374,47, sudah dikembalikan Rp78,464.459 sementara sisah yang belum dikembalikan terdapat Rp470,593.915,47.
“Silahkan ditanya sudah berapa pengembalianya?. Karena paket yang lain jadi perkara, padahal sudah ada juga pengembalaianya, Ini sama dengan proyek sumur artesis yang ditangani Kejari Palu, PPK dan kontraktornya sudah jadi tersangka” beber sumber yang meminta identitasnya tidak di publis.
Baca Juga : Main Serong di Gunung Potong
Hasil investigasi Trilogi, melalui laporan kegiatan National Management Consultan – Contigency Emergency Response Component (NMC-CERC) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulawesi Tengah yang ditangani oleh Ditjen Cipta Karya Kementrian PUPR melalui BPPW Sulteng.
Untuk memenuhi kebutuhan penanganan pada masa tanggap darurat secara cepat, Tahun Anggaran 2019 dilaksanakan paket-paket kegiatan NSUP-CERC untuk pekerjaan konstruksi melalui metode Direct Contracting atau penunjukan langsung, salah satunya termasuk paket berupa pembersihan dan penyiapan lahan Land Clearing and Land Development Pombewe II-A.
Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Berkat Meriba Jaya dengan Nomor kontrak HK.02.01/KONT/BPPW/PKP.ST/254 yang dibandrol sebesar Rp5 miliar.
Pekerjaan itu dilaksanakan merujuk pada kebijakan Peraturan Kepala LKPP No.13 tahun 2018 dan berdasarkan Surat Ketua Harian Pusat Komando Satgas Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR No.UM.01.03.C6/SATGAS-PB/135 tanggal 4 April 2019 karena paket kegiatan masuk dalam kategori urgent activities.
Baca Juga : Rame-rame Menjepit Pokja
Pada tahun anggaran 2019 telah dilaksanakan audit BPKP yang dilakukan dalam 2 tahapan waktu pelaksanaa. Audit pertama dilaksanakan pada bulan November 2019 dengan hasil audit telah dituangkan dalam Laporan No LHA-457/PW19/2/2019 tanggal 23 Desember 2019.
Sementara audit kedua dilaksanakan pada periode mulai tanggal 16 April 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020. Hasil audit kedua juga telah dituangkan dalam Laporan No LHA-97/PW19/2/2020 tanggal 29 Mei 2020. Tidak ada masalah dalam audit pertama dengan tidak adanya sanggahan dari para rekanan penyedia jasa dan PPK terkait temuan audit.
Pembayaran kepada rekanan penyedia jasa dibayarkan setelah audit BPKP. Pada audit kedua, terdapat masalah pada pemeriksaan dokumen paket pekerjaan, salah satunya Land Clearing and Land Development Pombewe II-A. Temuan auditor BPKP TA 2020 notisi temuan diantaranya sebagai berikut:
- Terdapat beberapa ketidaksesuain data harga satuan
- Selisih volume pekerjaan
- Harga satuan antar paket pekerjaan dan nilai kerja tambah melebihi 10%.
Berdasarkan data yang diperoleh Trilogi, daftar kuantitas dan realisasi pekerjaan Land Clearing dan Land Development untuk penyiapan lahan pembangunan Huntap Pombewe II-A yang digarap oleh PT Berkat Meriba Jaya berdasarkan kontrak Nomor HK.02.01/KONTRAK/BPPW/PKP.ST/234 dan ADD HK.02.01/KONTRAK/BPPW/PKP.ST/234 Yang dibayarkan diantaranya sebagai berikut :
Pekerjaan Pendahuluan
Pekerjaan Positioning & Pematokan 1,00 Ls
Pengujian & Lab Sancone 31 titik
Mobilisasi & Demobilisasi 1,00 Ls
Pekerjaan Land Development
Pekerjaan Pengupasan lahan / Land Clearing 465,770.23 M2
Pekerjaan Pembuangan hasil pengupasan lahan 47,770.62 M3
Pekerjaan pemotongan pohon Diameter 15-30 cm sebanyak 99 buah
Pekerjaan Galian Tanah Mekanis
Pekerjaan galian tanah mekanis 67,207.83 M3
Pekerjaan Urugan tanah mekanis & pemadatan 25,552.58 M3
Pekerjaan pemadatan tapak tanpa timbunan 15,894.00 M3
Pekerjaan pengadaan & pemasangan patok sebanyak 328 buah
Pekerjaan penimbunan & pemadatan urugan pilihan 6,203.21 M3
Baca Juga : Land Clearing Pusing Tujuh Keliling
Sorotan tajam terhadap kinerja anggaran Pinjaman Hutang Luar Negeri (PHLN) yang dikelolah oleh BPPW Sulteng untuk pembersihan dan penyediaan lahan huntap Pombewe II-A periode 2019-2021 kembali mengemuka, menyusul temuan BPKP soal penggunaan anggaran proyek senilai Rp549.058.374,47, yang tak dapat ditelusuri.
Proyek di lumbung uang diatas lahan seluas 201,12 hektare dibekas HGU PT Hasfarm Hortikultura Sulawesi yang dibebaskan oleh pemerintah setempat melalui surat Keputusan Gubernur Sulteng No.369/516/DIS.BMPR-G.ST/2018, telah selesai dikerjakan.
Namun pengalokasian pembayaran pada nilai proyek itu itu perlu ditinjau ulang. Belum lagi, ada dana temuan yang belum tuntas dikembalikan ke kas Negara. Untuk itu, pemerintah diminta turun melakukan upaya investigasi pengelolaan anggaran proyek itu sudah merugikan Negara dan pelanggaran hukum.