Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Kokobuka, Kecamatan Tiloan, terus merajalela. Praktik ilegal ini terus langgeng beroperasi, lantaran mata rantai pelaku dan penampungnya juga terus tersedia. Pertanyanya kemudian, benarkah ada beking dibalik maraknya PETI di Buol ?.
Pengawasan yang begitu longgar, telah memberi ruang bagi kelompok PETI itu kembali beroperasi. Ditenggarai adanya para bandar emas yang kuat, ikut bermain dibelakang para penambang.
Baca Juga : Bandar Emas di Sungai Tabong
Pada tanggal 9 Maret 2022 lalu, tim gabungan Polres Buol dan Polres Tolitoli melakukan operasi penertiban dan penindakan selama tujuh hari yang dipimpin oleh AKBP Dieno Hendro Widodo dan AKBP Ridwan RD di sepanjang sungai Labanti kawasan Kecamatan Lampasio dan sungai Tabong Kecamatan Tiloan.
Pada operasi itu, tim gabungan berhasil mengamankan barang bukti ratusan jeriken solar, dua unit alat berat jenis Exavator, puluhan talang, satu unit sepeda motor, pondok, dan enam orang penambang hasil penyisiran di Km 17.
Penangkapan disertai penyitaan barang bukti logistik tambang emas ilegal ini, bukanya kali pertama. Meski begitu, tetap saja tidak menyurutkan aksi PETI ini di tanah Buol. Faktanya pertambangan ilegal dengan menggunakan alat berat justru bertambah banyak.
Dibeberapa titik lokasi, alat-alat berat pengeruk tanah mengandung emas, masih berseliwuran disana-sini. Keberadaanya kasat mata, namun seolah tak mempan dengan penindakan hukum.
Baca Juga : Waswas Tambang Emas Sungai Tabong
Berdasarkan hasil penelusuran Trilogi dari beberapa sumber terpercaya dibeberkan bahwa, keberadan sejumlah unit alat berat jenis exavator milik para bandar emas yang dioperasikan dibeberapa titik sepanjang hulu sungai Tabong ini akibat adanya sejumlah setoran.
“Yang pasti sulit mo di gambarkan kerusakan lingkungan di sungai tabong. Belum lagi hewan2 di lindungi, sudah tidak ada tempat bernaung. Alat berat menyetor 25 juta per unit untuk bisa mengolah. Setiap bulanya juga, mereka salurkan sembako ke desa-desa yang terdampak olahan tambang sungai tabong” ujar sumber Trilogi.
Baca Juga : MENCARI CUKONG NA-GA EMAS
Masuknya kegiatan kelompok PETI di dalam kawasan hutan wilayah KPH Pogogul di Kabupaten Buol dan KPH gunung Dako Kaupaten Tolitoli tepatnya di daerah aliran sungai tabong termasuk kawasan yang kini terus digerus lahanya demi mengeruk emas.
Dalam satu bulan Penghasilan bisnis haram dari Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) itu tidak kurang dari 37,5 ons setiap harinya atau 1,125 ons setiap bulanya setara dengan 112,5 kg emas. Bermodalkan alat berat milik para bandar emas, para penambang kebagian jatah 10 persen dari total perolehan emas.
Baca Juga : Cuan Rame-Rame di Lahan Huntap
“Mereka tidak tahu alat beratnya masuknya dari mana, mereka hanya ikut kawanya bekerja. Kadang kalau ada hasilnya, bisa dapat satu kilogram, tapi bisa juga hanya satu ons, atau dua ons dapatnya. Semalam bahkan bisa dapat satu ons !” beber sumber yang menirukan keterangan para penambang di sungai Tabong.
Praktik ilegal yang mereka lakukan selama ini, berjalan mulus-mulus saja lantaran di duga setoran upeti mengalir kesana sini kepada orang banyak.
Lantaran ada bandar-bandar emas tidak bisa sembarangan menjual emas hasil penambangan. Setiap kelompok, sudah ada penadahnya. Sistem penjualan, dibuat berjenjang sedemikian rupa hingga menjadi mata rantai bisnis haram yang melibatkan banyak orang.
Senin 4 Juli 2022 kemarin, Puluhan masa pendemo dari Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Lingkungan Kabupaten Buol menggelar aksi unjuk rasa di Mapolres Buol dan kantor DPRD Buol.
Baca Juga : NGERI-NGERI SUAP…!
Dalam aksi itu, pendemo mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah untuk mengehentikan aktifitas pertambangan ilegal di sungai Tabong dan menangkap para bandar emas yang terlibat.
Dalam rilis yang di terima Trilogi menjelaskan, kegiatan PETI di Sungai Tabong itu sangat jelas melanggar Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Berdasarkan fakta lapangan yang ada, aktivitas tambang makin lebih parah karena gumbangan hasil galian puluhan eskavator di lokasi, kemungkinan besar sungai tabong akan meluas dan hutan lindung akan terancam” kata Rudi Ali Armen, kordinator lapangan.
Baca Juga : LOS DOL EMAS DONGI DONGI
Sementara di Palu, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdi Mastura melalui siaran pers nya menanggapi dengan serius terkait dengan aktifitas penambangan ilegal di sungai Tabong.
Menurutnya akibat praktik penambangan ilegal di Buol itu, Pemprov Sulteng telah melayangkan surat penertiban PETI kepada aparat penegak hukum sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk langkah tindakan tegas terhadap pelaku PETI.
Baca Juga : Penyelendup Asing di Pelupuk Mata
“Tujuanya menjaga tata kelola lingkungan, Pemprov memetakan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Komitmen Pemprov Sulteng sangat tegas, tidak mentoleransi ilegal mining, ilegal fishing, ilegal loging. Sulteng kaya sumber daya alam mesti dikelola dengan ketentuan yang berlaku. Sekaitan dengan daya dukung agar alam juga dinikmati masyarakat, Gubernur mensyaratkan kolaboratif dengan Bumdes, Koperasi, dan BUMD Kabupaten/Kota” tulisnya.
Perputaran uang hasil penambangan ilegal, memang cukup menggiurkan. Dipasaran saat ini dihargai Rp900,000 per gram nya. Kalau mujur, dalam satu lokasi penambangan bisa mendapatkan emas hingga 5 kilogram dalam satu bulan.
Itu artinya, dalam waktu sebulan setiap kelompok PETI bisa mengantongi hasil penjualaan hingga Rp4,5 miliar. Jelas perputaran uang yang sangat menjanjikan. Itu sebabnya jangan heran, kalau ada banyak bandar emas dibelakang layar yang siap menyediakan alat berat.
Baca Juga : Tender Gagal, Buat Siapa ?
Hingga saat ini, Kepolisian jajaran Polda Sulawesi Tengah belum mampu menjepit bandar emas di sungai tabong, meskipun pada waktu penyisiran itu, tim gabungan hanya berhasil menangkap para pekerja tambang saja dan menyita sejumlah logistik pertambangan dan alat berat.
Lahan hutan di Buol terus terancam rusak, lantaran penambangan ilegal terus terjadi. Namun kini akibat aktifitas penambangan emas ilegal di hulu sungai Tabong, sejumlah sungai di Kabupaten Tolitoli seperti sungai Labanti, sungai Janja, dan sungai Salugan kini sudah terancam pencemaran. Dampaknya pun dirasakan hinggal di hilir.
Airnya sangat keruh, sehingga tidak bisa lagi dimanfaatkan oleh warga untuk kebutuhan mandi dan mencuci.
Ada baiknya Pemerintah lebih mawas, benarkah akan bermaslahat untuk rakyat atau kah hanya demi kantong para bandar yang berdiri dibelakang yang mengatasnamakan rakyat, sebab urusan tambang tak cuman semata urusan perizinan tapi juga tata kelolanya yang berkesinambungan.