Kontroversi proyek penanganan bencana di Kota Palu selain menguak keterlibatan penyelenggara Negara, juga sejumlah pengusaha lokal. Di bawah bendera PT Velovei Bangun Pratama Mandiri dan PT Sapta Unggul, mereka meraup untung. “Cuan Rame-Rame di Lahan Huntap”.
Terbelit problem serius, Proyek Land Clearing dan Land Development (LC/LD) untuk penyediaan lahan Hunian Tetap (Huntap II), terus menjadi sorotan. Di hajatan ini ditenggarai telah menguntungkan sejumlah pihak. Nama Agus Pusung dan Ruddy Chandra berada di balik perusahaan penggarap !.
Baca Juga : Terbidik “Rasuah” di Lahan Huntap
PT Velovei Bangun Pratama Mandiri dan PT Sapta Unggul ditenggarai adalah Kroni !. Benarkah ?, barangkali inilah bisik-bisik paling hot dikalangan elit pengusaha lokal di Palu. Dua pimpinan korporasi ini diduga kuat terlibat dalam skema permainan terlarang dalam sengkarut proyek yang dibiayai dari dana bantuan luar negeri ini.
Tak hanya mengandung konflik kepentingan. Di hajatan ini juga mengindikasikan penanganan percepatan pemulihan penyintas bencana Kota Palu setengah hati dan tidak berorientase pada kemashalahatan khalayak.
Keputusan pemerintah untuk menggarap lahan seluas 112,1 hektare di KelurahaTalise dan Tondo untuk penyedian lahan Huntap itu mengandung aroma korupsi. Diantaranya skandal bagi-bagi proyek hingga harga satuan di pompa berlipat-lipat.
Baca Juga : Halo, Dua Babeh Belum Tersentuh !
Dari catatan Trilogi, selain melilit dua nama oknum penyelenggara negara di Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulteng, terdapat juga dua nama pengusaha kontruksi yang tergolong besar di Kota Palu.
Pengakuan Made Puniarta yang menjadi sumber Trilogi menyebutkan bahwa kedua perusahaan itulah yang lebih diuntungkan dalam hajatan ini, yaitu PT Velovei Bangun Pratama Mandiri dan PT Sapta Unggul.
PT Velovei Bangun Pratama Mandiri diketahui milik Agus Pusung, yang beralamat di Jalan Woodward, Kelurahan Lolu, Kecamatan Palu Selatan. Sedangkan PT Sapta Unggul diketahui milik Ruddy Chandra, yang beralamat di jalan Gajah Mada, Kelurahan Ujuna, Kecamatan Palu Barat.
Awalnya Made Puniarta yang diberi kuasa membawa PT Rizal Nugraha Mandiri dan kedua pengusaha itu adalah bagian dari kemitraan KSO yang dibentuk atas perintah penyelenggara Negara pada hajatan ini. Namun belakangan, kongsi itu pecah sehingga menimbulkan polemik akibat dana tagihan proyek volume pekerjaannya belum terbayarkan.
Baca Juga : Rumit Problem Proyek Asal Untung
Made menuding jika dalam hajatan ini ada buah permainan yang sengaja dibuat untuk menggeser dan merugikan dirinya, sehingga menyebabkan hasil volume pekerjaanya tidak diakui. Padahal menurut dia, saat dimulai pekerjaan, titik-titik lokasi itu diarhakan sendiri oleh pihak BPPW Sulteng.
“Mungkin karena saya tidak sejalan dengan cara-cara mereka, maka saya dibuat begini !. Kita terus berarut-larut , sampai kita dijanjikan sama pak Azmi, kita sudah kasih data semua , akhirnya dia bilang nanti tunggu audit dari BPKP. Dia bilang bulan Oktober pasti dibayar gitu !. Tapi sampai akhir Desember sekarang ini tidak muncul-muncul lagi” kata Made.
Pada tanggal 15 April 2019 silam, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Kawasan Permukiman (PKP- I) BPPW Sulteng, Azmi Hayat, menerbitkan surat perjanjian kontrak Nomor KU.03.01/SPPBJ/BPPW/PKP-ST/27 dan SPMK Nomor 27/SPMK/BPPW/PKP-ST/IV/2019 untuk pelaksanaan paket pekerjaan LC/LD penyiapan lahan Huntap Kelurahan Tondo Talise, di Kota Palu, senilai Rp18,6 miliar.
Disaat itulah, awal mula dibentuk kemitraan KSO dengan pembagian PT Velovei Bangun Pratama sebesar 54,50%, PT Ilham Lestari Abadi yang kemudian digantikan PT Sapta Unggul 26,75% dan PT Rizal Nugraha membangun sebesar 18,75% untuk menggarap proyek LC/LD Kelurahan Tondo seluas 65,30 Ha dan Talise seluas 46,80 Ha.
“Jadi sebelumnya diawal, saya di Wa sama Agus PT Velovei, katanya KSO bertiga !. Belakangan saya ribut karena SPK Cuma berdua, PT Ilham Lestari Abadi hilang !. Malah muncul PT Sapta Unggul. Saya nggak ngerti permainan Azmi sama Ferdinan !” keluhnya.
Baca Juga : Penyelendup Asing di Pelupuk Mata
Carut marut proyek penyediaan lahan huntap, di Kota Palu senilai Rp18,6 Miliar mengemuka setelah salah satu rekanan dari BPPW Sulteng mengumbar, jika dana sisah hasil pekerjaan, tertahan hampir setahun tanpa kejelasan.
“Begini pak, awalnya sekali kita berdua, kita 18,6 Miliar !. Saya 8,6 Miliar, si Agusnya 10 miliar, jadi begitu ceritanya. Tapi begitu mulai kerja, saya dirubah lagi, katanya dapat 5, pak Agus PT Velovei jadi 8,5, PT Ilham itu 5. Setelah itu, begitu bekerja, saya dirubah menjadi 3,5, PT Ilham yang digantikan PT Sapta Unggul itu 5, Agus PT Velovei 10,3.” Terang Made.
Baca Juga : Land Clearing Pusing Tujuh Keliling
Begitulah pengakuan Made Puniarta, sudah cukup tegas sebagai petunjuk pintu masuk bagi APH untuk membongkar tabir dalam pengelolaan dana hibah bantuan luar negeri pada proyek LC/LD penyediaan lahan huntap bagi penyintas bencana di Kota Palu.
Proyek “Berdaging” LC/LD senilai Rp18,6 miliar yang menggiurkan itu, membuat sejumlah pihak yang terkait didalamnya ditenggarai terlibat persengkongkolan untuk meraup untung yang berlipat.
Hal ini tentunya akan menjadi tantangan besar bagi Aparat Penegak Hukum (APH) di Sulteng untuk mengungkap fakta dibalik persoalan ini. Beranikah atau hanya gertak sambal ?, kita tunggu kabar selanjutnya !.