Masyarakat keluhkan Pengelolaan Dana Corporate Social Responsibility (CSR) Desa Torete Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali yang di tenggarai tidak transparan.
Masyarakat Desa Torete meminta agar pengelolaan dana dari hasil CSR di dua perusahaan tambang nikel yakni PT Tehnik Alum Service (TAS) dan PT Indoberkah Jaya Mandiri (IJM) yang beroperasi di Desa tersebut lebih transparan dan digunakan untuk kemasyarakatan hingga bisa menunjang perekonomian masyarakat.
Baca Juga : Kontraktor dan KPA Rumah Sakit Ditahan Terkait Korupsi Alkes Poso Senilai Rp16,4 Miliar
Menurut salah satu warga Desa setempat yang meminta identitasnya tidak di publis mengatakan bahwa sejak tujuh tahun terakhir atau tepatnya sejak tahun 2013 -2020, Pemerintah Desa (Pemdes) Torete cenderung menutupi dan tidak transparan mengenai pengelolaan dana CSR dari dua perusahaan tersebut.
Menurut sumber transparansi pengelolaan sangat penting, mengingat dana CSR diperuntukan bagi kepentingan masyarakat banyak, sehingga tidak ada pertanyaan di masyarakat. Terlebih dana CSR yang diterima oleh Pemdes Torete rutin ini terbilang cukup besar.
Kesan tertutup yang dilakukan Pemdes Torete terhadap pengelolaan dana CSR itu justru menimbulkan kecurigaan adanya indikasi penyelewengan dana itu. Karena pada saat dipertanyakan saat rapat pembahasan di Balai pertemuan Desa, besaran dana CSR sebesar Rp2000/metric ton yang diperkirakan sudah mencapai miliaran itu, justru enggan dipublikasikan ke masyarakat.
Baca Juga : “Wanted” Achmad Tamrin
“Hal ini menjadi asumsi buruk di masyarakat, ada apa ?. Karena dana diterima langsung oleh Pak desa dan tidak pernah disampaikan kepada masyarakat besaran dana CSR 2000/metric ton kalau dihitung-hitung dana tersebut mencapai miliaran rupiah” kata sumber kepada Trilogi.
Selain itu sumber merinci sejak tahun 2013 silam terdapat 8 kapal yang keluar mengangkut material nikel dari perusahaan yang beroperasi diwilayah desa Torete dengan muatan rata-rata mencapai 50.000 matrik ton.
“Kalau di tahun 2015-2020 itu sudah pakai dan menurut hitungan kami sudah berkisar kurang lebih 200 tongkang, sementara muatan tongkang bervariasi mulai dari 5000 ton dan bahkan ada sampai 11 ribu , yang lebih jelasnya data ini di cek di dinas ESDM Provinsi” kata sumber.
Baca Juga : KRAK Sulteng Desak Polisi Agar Pengusutan TTG Donggala tak Menyusut
Sumber menyayangkan langkah yang diambil pihak Pemdes Torete karena langkah tersebut cenderung menguntungkan pihak tertentu ketimbang memikirkam kesejateraan masyarakat setempat. Untuk itu dia meminta pihak yang terkait untuk mengusut pengelolaan dana CSR dari PT TAS dan PT IJM kepada Pemdes Torete sepanjang tahun 2013-2020.
Ketarangan sumber itu juga dikuatkan oleh Abdul Razak yang juga warga setempat yang mencurigai pengelolaan dana CSR tidak transparan dan akuntabel. Dia mencontohkan seperti pembangunan lapangan sepak bola dan bantuan ternak sapi yang hanya terealiasi berupa kandangnya saja, pembuatan parkiran, dan pembelian mesin genset yang ditenggarai dibuat diatas akal-akalan saja.
“Sebenarnya BPD yang tahu jika Pemdes mengelolah dana yang mana anggaran dan Desa mana dana CSR. Ini pak kades justru menakuti-nakuti masyarakat dengan pasal dan undang-undang dan bertanya siapa yang bertanggung jawab jika dana ini dibagikan kepada masyarakat akan berhadapan dengan hukum” ungkapnya.
Baca Juga : Saling Silang Dokumen Tambang
Pemdes Torete dalam mengelolah dana CSR, kata Abdul Razak, sudah tidak melibatkan BPD dalam pengawasan pengelolaan dana CSR dua perusahaan itu. Dia menuding, jika Pemdes Torete berjalan sudah tidak sesuai aturan terkait pengelolaan dana CSR.
“Kami masyarakat desa Torete meminta agar pemerintah Kabupaten segera bertindak tegas sebelum terlambat, kami masyarakat lebih paham tentang pak kades. Dana CSR sejak tahun sebelumnya dikemanakan semua uangnya ?”. Tegas Abdul Razak.
Selain itu, Abdul Razak menilai sistem pelaporan ini juga menghindari tumpang tinding anggaran dan double bugeting. Sebab, sesuai Perda yang ada tanggungjawab Sosial Perusahaan memprioritaskan anggaran CSR untuk pemberdayaan SDM dan lingkungan.
Abdul Razak mengakui tumpang tindih dan double bugeting ini bisa saja terjadi. Semisal, ketika pemerintah desa sudah menganggarkan, lalu kemudian dana CSR juga mengalokasikan untuk kegiatan yang sama. Sehingga di satu kegiatan ada dua sumber anggaran yang berbeda.
Baca Juga : Janggal Proyek Perabot Olahan Pangan
“Ini bagaimana, beberapa pembangunan lapangan sepak bola tiga kali pindah tidak pernah jadi lapangan. Terakhir dia bangun ditanah sendiri letak lahan di puncak gunung itu dia gunakan dana desa dan dana CSR lantas kemarin sudah sudah berubah menjadi uang pribadinya yang dia gunakan” bebernya.
Sementara itu untuk menanggapi keluhan warganya, Kepala Desa Torete, Sabardin S justru memilih menutup diri rapat-rapat dan memblokir nomor media ini ketika dilakukan upaya konfirmasi terkait dengan adanya pengelolaan dana CSR yang ditenggarai di selewengkan. Sampai berita ini diterbitkan, Kades dua periode ini belum bisa dihubungi.
Sejak tujuh Tahun lalu, warga desa Torete sudah mengeluhkan permasalahan terkait dengan pengelolaan dana CSR dari perusahaan tambang nikel sejak pemerintah desa di jabat oleh Sabardin S.
Berdasarkan informasi yang diterima Trilogi, bahwa akses masyarakat untuk mengontrol dan mengawasi pengelolaan dana CSR perusahaan justru mendapat sekat oleh Pemdes Torete itu sendiri.
Baca Juga : Cuan Rame-Rame di Lahan Huntap
Transparan dalam pengelolaan keuangan dana CSR, baik dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pelaporan harus memudahkan akses publik terhadap informasi terkait pengelolaan keuangan CSR. Hal itu dianggap penting untuk menghindari konflik atau permasalahan di kemudian hari.
Dalam pengelolaan keuangan CSR Desa Torete justru di tenggarai tidak berpedoman pada asas akuntabel seperti dikeluhkan warganya. Kepala desa terkait juga perlu mempertimbangkan masukan dari warga terkait peruntukan CSR.
Ini poin penting agar bisa digunakan secara tepat sasaran. Kepala desa turut diharap mensinkronkan peruntukan CSR sesuai program pemerintah daerah. Dan Kepala desa tidak boleh memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi.