Proses pelaksanaan pembangunan Fly Over Pantoloan senilai Rp84 Miliar di Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Tengah, janggal. Bukti masifnya adanya indikasi terjadinya penyelewengan bestek. “Sinyal Merah Fly Over Pantoloan”.
Sudah sepatutnya aparat penegak hukum menggandeng ahli kontruksi independent untuk turun mengusut tuntas indikasi dugaan penyelewengan dalam proses pelaksanaan Pembangunan Fly Over Pantoloan. Pelbagai kejanggalan dan indikasi korupsi tidak boleh berhenti menjadi temuan internal, tapi harus diproses secara hukum.
Baca Juga : Gagal Bangunan Proyek Jumbo Flyover Pantoloan
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH-Progresif) Sulawesi Tengah Abdul Razak mengatakan, proyek kontruksi fasilitas publik berskala jumbo seperti Fly Over Pantoloan ini sudah jelas menguras banyak anggaran. Belum lagi risiko kegagalan tinggi sehingga memicu terjadinya kerugian.
“Pertama bahwa harus penegak hukum bertindak secara cepat dalam menangani persoalan ini agar ada kepastian siapa yang bertanggung jawab dalam mega proyek tersebut” katanya kepada Trilogi belum lama ini.
Razak menjelaskan, masalah yang timbul, bila proyek tersebut ditenggarai mengabaikan standar-standar speksifikasi yang sudah disepakati dalam proyek ini. Untuk itu, ia meminta akan ada upaya profesional Aparat penegak hukum dalam melakukan pengusutan.
“APH punya wewenang yang diberikan oleh Negara melalui UU agar melakukan pemantauan, pengawasan dan bahkan sampai soal penindakan jika terjadi kerugian Negara dalam satu pekerjaan yang menggunakan dana Negara” jelasnya.
Baca Juga : Tender Bermasalah Proyek Preservasi
Kejanggalan saat pembangunan Flay Over Pantoloan yang berbiaya jumbo ini, kata Razak, aparat penegak hukum agar menggandeng ahli kontruksi dan keuangan dalam melakukan pengusutan. Ahli kontruksi bakal di dengarkan penjelasanya tentang kemungkinan adanya penghitungan dan pelaksanaan yang salah dalam proyek yang digarap PT Pacifik Nusa Indah (PNI) ini.
“Kegagalan pekerjaan kontruksi adalah keadaan hasil pekerjaan kontruksi yang tidak sesuai spesifikasi pekerjaan, sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja, baik sebagian maupun keseluruhan akibat dari kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa” ungkapnya.
Indikasi kegagalan bangunan pada proyek senilai Rp84 Miliar yang dikerjakan pada pertengahan tahun 2019 silam itu, jelas memberi sinyal bahwa wilayah kontruksi pun, tak luput dari bayang-bayang Korupsi. Indikasi kuat itu timbul buntut dari kesembronoan pelaksanaan proyek dilapangan.
Keretakan pada bagian struktur beton bangunan oprit dan terjadi penurunan elevasi di Fly Over Pantoloan, memperlihatkan bahwa kucuran duit Negara yang cukup besar, tidak otomatis bisa meningkatkan kualitas proyek.
Baca Juga : KORUPSI JUMBO DIMULUT MACAN
Banyak soal yang membuat distorsi, dari kemungkinan dugaan pengurangan volume hingga penggunaan material tidak tepat sasaran.
Meskipun dalam perencanaan proyek itu dibangun, Pemerintah harus merogok kocek dalam-dalam untuk sebuah proyek megah itu terwujud.
Padahal Pembangunan Fly over Pantoloan dengan bentang sejauh 904 meter ini, diklaim menggunakan teknologi mortar busa yang dikembangkan secara sederhana dengan metode timbunan ringan, struktur baja bergelombang dicampur dengan bahan pasir dan semen yang telah diatur mutu kekuatanya sehingga memiliki keunikan dalam menghemat angaran belanja kontruksi sebesar 20-30 persen.
Metode ini juga di gadang-gadang memiliki beberpa keunggulan, karena bahanya lebih kuat dan padat namun lebih ringan dibandingkan dengan timbunan pilihan, sehingga lebih sesuai dengan daya dukung tanah, khususnya di Kota Palu yang memiliki risiko besar terjadi gempa bumi.
Baca Juga : Cuan Rame-Rame di Lahan Huntap
Namun Fakta yang dikumpulkan tim investigaasi Trilogi mengungkap, setidaknya beberapa kerusakan yang dapat mempengaruhi kelayakan jalan yang baru genap setahun itu dibangun.
Diantaranya dua sisi bangunan oprit sudah mengalami keratakan dengan memperlihatkan beberapa rongga kosong didalamnya akibat tidak mampu menahan beban jalan sehingga terjadi Depresi pada badan jalan
Cacat pada oprit sangat bisa berbahaya dan terjadi nirfungsi alias tidak bisa digunakan ketika bangunan oprit tersebut ambrol.
Kerusakan pada oprit ini sangat jelas telah memicu penurunan elevasi pada ujung pertemuan antara struktur perkerasan jalan terhadap ujung jembatan. Hal ini diduga kuat pada saat pelaksanaan pekerjaan pemadatan tidak dilakukan secara sempurna.
Selain itu juga ditenggarai tebal pemadatan tidak mengikuti standar yang ada, atau kadar air optimum tanah yang tidak terpenuhi untuk kinerja metode mortar busa yang diharapkan. Pada kasus ini jelas pada proses pelaksanaan pembangunan oprit tidak dilakukan secara baik.
Baca Juga : DUA KAKAP KONCO PPK
Sementara pada bagian badan jalan yang lain, ditemukan mengalami Long Crack atau retak panjang dan beberapa retak pada permukaan badan jalan atau Surface Defect. Cukup jelas, jika hal ini dapat mempengaruhi layanan jalan dan bisa membahayakan pengendara.
Jalan layang yang dibangun hampir satu kilometer ini terbagi atas panjang struktur 253 meter, panjang oprit kiri 356 meter dan oprit kanan 327 meter dengan lebar 18 meter. Proyek ini dibangun bertujuan untuk mendukung pergerakan transportasi industri di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Palu.
Baca Juga : BONGKAR DULU TERSANGKA KEMUDIAN
Lantas siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam urusana hajatan ini digelar ?, mereka adalah sebagai berikut :
- Mantan Kepala BPJN Sulawesi Tengah, Satrio Utomo, yang kini menjabat sebagai Ditjen Bina Marga Kasubdit wilayah II, Dit Pembangunan Jembatan
- Kepala BPJN Sulawesi Tengah, Muhamad Syukur
- Mantan Kasatker PJN wilayah II Ibnu Kurniawan yang kini menjabat sebagai Kabid Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur Jalan di BBPJN Jawa Tengah – DI Yogyakarta
- Mantan PPK Pembangunan Fly Over Pantoloan, Aldino Angga Saputra, yang kini bertugas sebagai PPK 3.3 PJN wilayah III BBPJN Sumatera Selatan
- Direktur PT Pacifik Nusa Indah, Lienda Sualang, sebagai kontraktor pelaksana
- Direktur PT Arci Pratama Konsultan, H. Rezki, sebagai konsultan pengawas.
Pertanyaanya kemudian, siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi dibekas proyek yang sudah menggerus keuangan Negara sebesar Rp85.051.547.900 itu?. Mengapa pihak yang terkait langsung tidak reaktif ?. Kita tunggu kabar selanjutnya !