KOLABORASI DUO SEJAWAT 123 MILIAR
DARI sebuah kesempatan percakapan singkat Kamis 29 Maret lalu diruanganya, kesimpulan lunak timbul seakan bisa merekam keakraban Julian, bersama 2 (Dua) orang pengusaha kontruksi besar di Sulawesi Tengah. Dua Kakap, Konco PPK.. Ya !, Kedua sejawat itu, Jemy Nayoan dan Marten Tibe. Keduanya masih saling kait di urusan proyek yang ditagani Julian, yang memangku jabatan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada anggaran Rp123 Miliar.
Setidaknya ada beberapa alasan yang menyebabkan dua sejawat itu cepat besar: Bukan karna popularitas tinggi keduanya akan tetapi buah dari kerja keras, sehinga mampu mengendalikan kegiatan pada proyek ratusan Miliar yang menjadi tanggungjawab Julian. Namun kegiatan kedua sejawat ini terancam kempis jika keduanya terbukti dalam urusan pengrusakan lingkungan dengan mengeruk material dilahan sungai dengan menggunakan IUP explorasi yang tengah di soroti untuk kebutuhan proyek Rp123 miliar.
Perlu disebutkan sejak awal: Julian, selaku PPK 08 di PJN wilayah II, menorehkan catatan positif sejak memangku jabatan tersebut di Tahun 2017 lalu. Bekas staf bagian perencanaan PJN wilayah II itu, kini diduga lalai dalam menegakkan prinsip transparansi dalam urusan tangungjawabnya terhadap kontraktor pelakasana di bidangnya. Meskipun diketahuinya, namun hal itu, dibiarkan terjadi. Lantas bagaimana sepak terjang kedua sejawat itu, dan apa kaitanya dengan PPK ?. Berikut penelusuran Trilogi.co.
Dari teman ngobrol meningkat menjadi teman berdiskusi, lalu menjadi teman bisnis. Makin asyik, makin mendalam hubunganya. Dari urusan pribadi merembes ke urusan proyek. Hal ini tergambarkan dari kesimpulan sepenggal cerita penuturan sumber Trilogi.co, belum lama ini.
“ini yang mereka lakukan selama ini. Jemy Nayoan dan Marten Tibe sudah lama jadi kontraktor. Keduanya tiap tahun menggarap proyek di wilayah Sulawesi Tengah. Kadangkala, modusnya, pinjam perusahaan orang, tapi merekalah yang biasa kendalikan semuanya. Ini yang tidak jeli orang lihat. Ini permainan,” singkat cerita oleh salah satu sumber trilogi.co.
Memang saat ini pemerintah pusat maupun daerah tengah gencar mengembangkan sejumlah pembangunan di seanteru wilayah. Tak ayal, di Provinsi Sulawesi Tengah, melalui program pembangunan infrastruktur, Pemerintah pusat Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), telah menggelontorkan dana tidak sedikit, yakni sebesar Rp155 Miliar, untuk menganggarkan salah satu kegiatan kontruksi melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN Sulteng) wilayah II.
Proyek ratusan miliar itu tengah dikerjakan dengan system pembayaran Multi Years Contack (MYC). Setelah melalui proses tender yang diikuti sebanyak 133 perusahaan kontruksi, akhirnya diputuskan PT Widya Sapta Contractor (Wasco) dengan NPWP : 01.061.052.5-062.000, keluar sebagai perusahaan pemenang tender dengan nilai harga penawaran terendah sebesar Rp123.296.443.000. Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga mulai menangani lereng pada jalan Kebon Kopi pada ruas Palu-Parigi di Sulawesi Tengah. Penanganan ditandai dengan penandatanganan dua paket pekerjaan dengan total nilai sebesar Rp197,96 miliar, pada bulan November lalu.
Tanda tangan kontrak disaksikan langsung oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Arie Setiadi Moerwanto, Direktur Pembangunan Jalan Achmad Gani Ghazali Akman dan Direktur Jembatan Iwan Zarkasi. Paket pekerjaan pertama senilai Rp123,29 miliar untuk rekonstruksi dan penanganan lereng pada ruas Nupabomba-Kebon Kopi-Toboli I. Kontraktor pemenangnya adalah kerjasama operasi antara PT Widya Sapta Contractor-PT Citra Kurnia Waway-PT Saranamukti Puterasejati untuk penanganan sepanjang 9 Kilometer.
Pertanyaanya, lantas siapa orang yang mengendalikan perusahaan pemenang itu ?. Dia adalah Jemy Nayoan. Dialah orang yang paling dominan pada kegiatan proyek rekontruksi dan penanganan lereng Nupabomba – kebun kopi – Toboli MYC 1A yang menelan anggaran ratusan miliar itu.
“Ini semua pekerjaanya ko Jemy. Tapi bos ada ke Jakarta katanya,” singkat salah satu pekerja yang berhasil ditemui dilokasi proyek beberapa waktu lalu.
Tak halnya itu, pada lain kesempatan, pernyataan itu dikuatkan kembali oleh Julian yang memangku jabatan sebagai PPK 08 PJN wilayah II, Koridor Tawaeli – Toboli – Tumora (BTS Poso) yang juga selaku penanggungjawab pada kegiatan ini. “iya pak Jemy yang kerjakan,” katanya, yang ditemui diruanganya pada 29 Maret lalu.
Pengusaha kelas kakap itu, diketahui tengah mengembangkan usaha bisnisnya sebagai kontraktor untuk merambah sejumlah proyek yang di biayai oleh APBN maupun APBD. Dahulu, Jemy Nayoan dikenal sejumlah media, sebagai kontraktor kakap di Kabupaten Luwuk. Berdasarkan sejumlah informasi dan penelusuran dilapangan, sejumlah proyek kontruksi yang dibiayai oleh APBD yang bernilai miliaran rupiah itu ditangani olehnya.
Pada pertengahan bulan Juni tahun 2017 lalu, bisnis Asphalt Mixing Plant (AMP) milik Jemy Nayoan, yang berlokasi di desa Biak, Kecamatan Luwuk Utara, Kabupaten Banggai sempat menjadi polemik. Pembangunan fasilitas AMP itu akhirnya ditindak tegas oleh Pemerintah Kabupaten Banggai melalui tim tehknis dari beberapa instansi, dengan cara menutup usaha yang diduga tidak mengantongi izin gangguan, UKL/UPL, dan IMB itu tepatnya pada tanggal 5 Juni tahun lalu.
Pada urusan kegiatan proyek yang yang bernilai ratusan miliar yang tengah dikerjakan oleh Jemy Nayoan itu, ada keterlibatan dari pengusaha kakap lain, yakni Marten Tibe. Wakil ketua DPC Gerindra itu, diduga melakukan persengkokolan bersama Jemy Nayoan dengan memberikan dukungan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang galian C yang masih tahap explorasi untuk mengeruk material disungai dilokasi bendungan tepatnya di desa Nupabomba, milik Pemkot Palu.
Berdasarkan IUP explorasi dengan lahan diperkirakan seluas dua (2) hektar lebih itu, diketahui dari perusahaan CV Watu Nabelo, milik Marten Tibe. “benar ada pengusulan IUP CV Watu Nabelo, tapi itu masih tahap explorasi, belum bisa produksi,” kata salah satu sumber bercerita kepada trilogi.co.
Seelumya, di awal bulan Maret lalu, Trilogi.co, sempat menemukan satu unit alat berat jenis exavator PC 200 sedang beroperasi ditengah badan sungai tersebut. Dengan santai operator alat berat milik perusahaan kontraktor terus mengeruk material didalam perut bumi. Tak jauh dari lokasi alat berat, terdapat bentangan baja yang menyerupai saringan berdiri tegap. Diduga benda tersebut adalah saringan material untuk memisahkan material batu yang telah disesuaikan ukuranya untuk dijadikan sebagai LPA.
Sesekali juga sejumlah unit mobil bak terbuka ngalor-ngidul untuk mengambil material tersebut kemudian dibawa kelokasi proyek yang jaraknya diperkirakan hanya mencapai kurang lebih 1 kilometer dari lokasi pengambilan material.
Anehnya, hal itu bertentangan dengan intruksi Gubernur Sulawesi Tengah, Longky Djanggola, yang telah melakukan moratorium IUP tambangan galian C untuk wilayah Kota Palu, dan Donggala dengan Nomor 540/706/Dinas ESDM-9-ST/2016, tentang penundaan atau penangguhan sementara penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) batuan di Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Hal ini tentunya merujuk pada pertimbangan dampak aspek pada kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Hal ini juga menerapkan sanksi administratif sesuai pasal 76 ayat 1 undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan pertauran Menteri lingkungan hidup Nomor 2 tahun 2013 tentang pedoman penerapan sanksi administratif di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Sebelumnya di akhir bulan Maret lalu kami melakukan konfirmasi kepada CV Watu Nabelo selaku pemegang IUP explorasi tambang galian C yang berlokasi di Desa Nupabomba, Kecamatan Palu Utara, yang diketahui kepunyaan dari pengusaha ternama di Sulawesi Tengah bernama Marten Tibe.
Melalui pesan via aplikasi whatsup, Marten Tibe, justru memilih menutup diri rapat rapat untuk tidak berkomentar terkait dengan persoalan tersebut. Meskipun berkali-kali dikonfirmasi, wakil ketua DPD Gerndra Provinsi Sulawesi Tengah itu memilih bungkam, sampai berita ini diterbitkan.
Sedangkan kontraktor Jemy Nayoan, yang diduga kuat memegang kendali penuh pada proyek tersebut, yang dikonfirmasi juga, turut sama dengan rekan sejawatnya Marten Tibe. Meskipun berkali-kali dikonfirmasi melalui sambungan telfon selularnya dan pesan singkat via SMS, Jemy turut sama memilih menutup diri untuk enggan berkomentar. Sampai berita ini diterbitkan. Kedua sejawat itu masih memilih bungkam.
Ditempat terpisah, Julian, yang diketahui orang yang paling bertanggungjawab pada kegiatan tersebut, ketika ditemui diruanganya belum lama ini, memilih irit komentar. Dengan mengenakan pakaian kemeja putih, Julian, yang memangku jabatan sebagai PPK 08 Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah II, BPJN Sulteng itu berkelit jika semua yang telah dilakukan oleh rekanan pada kegiatanya tidak ada yang jadi masalah.
“Itu tidak ada masalah, dan saya komunikasikan dengan kontraktornya jika pengambilan material itu ada izinya,” kata Julian sembari memperlihatkan lampiran Scan IUP melalui smartphone pribadinya.
Namun ditanya soal IUP galian tersebut, PPK yang baru menjabat setahun itu, memilih irit komentar tanpa alasan yang jelas. Menurutya, jika lokasi pengambilan material melalui IUP CV Watu Nabelo di desa Nupabomba, telah memenuhi unsur standrt LAB.
“IUP itu punya perusahaan CV Watu Nabelo, pemiliknya pak Marten Tibe. Untuk kandungan materialnya sudah melalui pengujian LAB di Untad. Hasilnya jika abrasinya diatas 20 persen dan memenuhi standar kelayakan untuk jenis material khusus timbunan pilihan,” singkatnya.
Memang nama kedua pengusaha ini telah lama dikenal dan muncul dalam sengkarut bagian kuota paket proyek di BPJN Sulteng. Kedua sejawat ini memiliki Figur yang diduga memiliki jaringan lobi kuat, berpengaruh dalam mengatur siasat dalam mendapatkan jatah proyek Jemy Nayoan dan Marten Tibe mereka adalah kontraktor kakap, dan cukup berhasil memenangkan sejumlah proyek di wilayah Sulawesi Tengah. Tapi bukan berarti bisnis keduanya berjalan tanpa celah.
Dengan kejadian ini, tentunya publik menunggu gerakan pihak aparat yang terkait untuk menelusuri kegiatan yang diduga telah melanggar serta menyerempet rambu itu. Akankah, ini menjadi petunjuk awal bagi para instansi terkait dan aparat hukum untuk memutus skema dari permainan ini ?. Kita tunggu kelanjutanya..