Seabrek persoalan penanganan paket A-6 infrastruktur jalan di Sulawesi Tengah, mengharuskan penyelenggara negara harus putar otak. Proyek ini dari hulu sudah abu-abu, dan kini membebani keuangan Negara.
Ditenggarai sejumlah akal-akalan diciptakan untuk mendulang untung. Indikasi “main mata” pun menyeruak. Kondisi proyek baru mencapai 33 persen, terjadi selisih keterlambatan antara realisasi fisik pelaksanaan sehingga mengalami Show Cause Meeting atau SCM II, sementara keuangan Negara sudah ikut terkuras.
Kurangnya kordinasi dan banyak bolong disana-sini, mempertegas proyek rekontruksi akses jalan Danau Lindu yang dibandrol Rp79,5 miliar itu diselimuti banyak kelemahan. Sejak berkontrak satu tahun lalu, kondisi proyek belum separuhnya terbangun sehingga memberikan dampak gangguan pada jalur aktifitas masyarakat Sadaunta-Lindu.
Investigasi Trilogi bersama tim beberapa pekan lalu menemukan sederet permasalahan sepanjang penanganan rekontruksi akses jalan Danau Lindu yang ditangani sejauh 17 km itu. Di proyek ini, negara berpotensi rugi hingga pelaksanaan terindikasi pelanggaran hukum.
Lembaga Negara harus segera turun melakukan audit investigasi dengan menggandeng ahli kontruksi independen untuk menelisik proyek yang sedang dikerjakan oleh PT Sarana Multi Usaha itu. Sangitnya bau “penyimpangan” pelaksanaan proyek dengan Nomor kontrak : HK.02.0-Bb14.5.6/LINDU/JICA-IRSL/01 itu, perlu di pelototin dari segala penjuru.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementrian PUPR, Dr. Ir. Hedy Rahadian, M,Sc, yang dikonfirmasi terkait dengan persoalan penanganan paket A-6 Rekontruksi jalan akses Danau Lindu di Kabupaten Sigi, yang ditangani oleh BPJN Sulawesi Tengah, memilih tidak menjawab.
Meskipun pesan konfirmasi via whatsap yang dikirim pada Kamis 14 Maret 2024 malam itu sudah terbaca. Sampai berita ini diterbitkan, pejabat tinggi Madya (eselon I) Kementrian PUPR ini belum menjawab konfirmasi Trilogi bersama tim.
Pemerintah pusat diminta ikut mewaspadai indikasi kegagalan penyedia jasa mengeksekusi proyek infrastruktur jalan pasca Bencana di Sulawesi Tengah. Enam belas bulan pasca berkontrak, kontraktor proyek PT Sarana Multi Usaha terkesan gamang seakan tidak mempunyai roadmap terukur untuk mensukseskan program itu.
Proyek Rekontruksi akses jalan Danau Lindu dibandrol sebesar Rp79,5 miliar terancam gagal. Musababnya dengan sisah waktu kontrak normal berjalan, hingga kini progres pembangunya baru menyentuh angka 33 persen atau deviasi minus 18,9 persen dari rencana 52,7 persen. Progres fisik pekerjaanya pun perlu di kaji ulang.
Ketua Forum Pemuda Peduli Daerah (FPPD) Sulawesi Tengah, Eko Arianto, meminta dua lembaga Negara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK-RI) bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk turun melakukan audit investigasi di proyek penanganan infrastruktur jalan pasca bencana di Sulawesi Tengah.
Menurut Eko, proyek kontruksi penanganan infrastruktur jalan yang menjadi fasilitas publik berskala jumbo ini sudah jelas menguras banyak anggaran, belum lagi risiko kegagalan tinggi sehingga memicu terjadinya kerugian.
Untuk itu, Eko Arianto, mendesak dua lembaga negara yang berwenang untuk turun melakukan pengusutan dan membongkar dugaan kejanggalan yang terjadi pada proyek yang sudah menguras keuangan negara yang nilainya mencapai puluhan miliar itu.
“Sudah seharusnya pemerintah bertindak secara cepat dalam menangani persoalan ini !. Selain audit regular secara dini, KPK dan BPKP diminta juga harus melakukan Audit khusus untuk melengkapi data indikasi terjadinya dugaan korupsi dalam pelaksanaan proyek itu” kata Eko Arianto kepada media ini.
Eko menjelaskan, masalah yang timbul bila proyek tersebut ditenggarai mengabaikan standar-standar speksifikasi yang sudah disepakati dalam proyek. Untuk itu, ia meminta akan ada upaya profesional dua lembaga Negara dalam melakukan pengusutan.
“Dua lembaga itu punya wewenang yang diberikan oleh Negara melalui UU agar melakukan pemantauan, pengawasan dan bahkan sampai soal penindakan jika terjadi ada kerugian negara dalam satu pekerjaan yang menggunakan dana dan hutang negara” jelasnya.
Kejanggalan saat proses pelaksanaan pada paket A-6 yang sudah menguras banyak biaya ini, tambah Eko Arianto, dua lembaga Negara agar menggandeng ahli kontruksi dan keuangan dalam melakukan pengusutan.
Ahli kontruksi dan keuangan bakal di dengarkan penjelasanya tentang kemungkinan adanya kelalaian dalam penerapan standar spesifikasi dan penghitungan pelaksanaan yang salah dalam proyek yang dikelolah PPK 1.6 Provinsi Sulawesi Tengah ini.
“Indikasi Kegagalan pekerjaan kontruksi adalah keadaan hasil pekerjaan kontruksi yang tidak sesuai spesifikasi pekerjaan, sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja, baik sebagian maupun keseluruhan akibat dari kesalahan pengguna anggaran dan penyedia jasa. Untuk itu perlu dilibatkan ahli kontruksi independent disini” ungkapnya.
FPPD Sulteng juga meminta KPK-RI dan BPKP tidak hanya memberikan rekomendasi, melainkan turut memonitor proyek bencana di sektor kontruksi di Sulawesi Tengah yang diduga kuat berpotensi merugikan negara.
Misalnya, di sektor kontruksi untuk pemulihan infrastruktur jalan pasca bencana di Sulawesi Tengah khsusnya paket A-6 Rekontruksi akses jalan Danau Lindu. Eko Arianto menuturkan indikasi dugaan kerugian Negara dalam proses pelaksanaan proyek itu jelas banyak aturan yang dilanggar sehingga perlu dilakukan audit khusus dan di investigasi menyeluruh.
“Kami mencurigai dan meyakini ada potensi kerugian Negara di proyek itu. Seharusnya pemerintah harus menelaah informasi yang sudah menjadi polemik di masyarakat ini, jangan ada tebang pilih. Ini penting !” tegasnya.