Ada yang berbeda di Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Tengah, pada hajatan ini. Niatnya mungkin sedikit bersoleh, atau mungkin sekadar bagi-bagi proyek, tampakanya hanya beda-beda tipis !, Terbidik “Rasuah” di Lahan Huntap.
Setidaknya itulah yang terjadi dihajatan proyek Land Clearing dan Land Development (LC-LD) untuk penyediaan lahan hunian tetap (Huntap -II) seluas 112,1 hektare di Kota Palu.
Baca Juga : Halo, Dua Babeh Belum Tersentuh !
Ada akar masalah besar selain bagi-bagi kue dibalik pengelolaan proyek LC/LD senilai Rp18,6 Miliar. Kontrak dilanggar, skandal bagi-proyek, hingga harga satuan di pompa berlipat-lipat. Mengapa Polisi dan Jaksa diam saja ?.
Prahara baru kembali mengemuka. Harga nilai proyek permeter persegi LC-LD di tenggarai digelembungkan Rp2,685 permeter persegi, cukup fantastis memang !. Akibat gaduh dan ditenggarai kemahalan, lalu dirubah menjadi Rp736 permeter persegi. Ada Apa ?.
Baca Juga : Penyelendup Asing di Pelupuk Mata
Oknum penyelenggara Negara di BPPW Sulawesi Tengah ini ditenggarai bermain serong. Dengan menyetujui dan mengotak-atik harga satuan proyek LC-LD tentunya melanggar prinsip pengelolaan anggaran. Hal ini akan mengindikasikan permainan pola “Transaksional” seperti yang telah terjadi pada proyek ini.
“Kalau volume hitungan orang saya 360,000 m2 (36 Ha) tapi menurut konsultan 27,5000 (27,5 Ha) dan harga satuan awal Land Clearing yang dikasih Rp2.685/m2 dan ditengah jalan dirubah menjadi Rp736/m2, itu setelah saya rebut-ribut. Makanya terjadi perubahan hitungan, itu saja yang menonjol yang lain ada volume galian saya yang tidak diakui sebelum dipindah lokasi, padahal mereka yang menentukan titik kordinat pekerjaan” bebernya.
Baca Juga : Dua Babeh di Pusaran Lahan Huntap
Pengakuan I Made Puniarta telah mengantongi nama oknum penyelenggara Negara di BPPW Sulteng dan pihak swasta yang terlibat skandal permainan anggaran bantuan hibah luar Negeri, mesti ditanggapi serius. Sebagai bekas mitra BPPW Sulteng, Made Puniarta tentu tak asal ngomong !.
Publik di Sulawesi Tengah berharap dia tak kendor mengungkap kebobrokan ini. Sebaikanya I Made Puniarta segera melaporkan perbuatan melawan hukum ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sampaikan saja, siapa oknum penyelenggara Negara dan pihak swasta yang terlibat dalam “Persengkongkolan” menggasir anggaran bantuan dari luar negeri dengan beberapa dokumen sebagai bukti !.
Akhir-akhir ini Dua nama pegawai Kementrian PUPR di Sulawesi Tengah diduga terlibat dalam pengaturan proyek senilai Rp18,6 Miliar untuk kepentingan rekanan. Sejoli itu terus dalam sorotan, Terbidik Karena Lahan Huntap !.
Baca Juga : Siapa yang Bermain Dalam Sengkarut Lahan Huntap !
Sorotan tajam terhadap kinerja anggaran bantuan luar negeri untuk proyek LC/LD lahan huntap II pada tahun 2019 lalu mengemuka, menyusul terbongkarnya tentang skandal pengaturan bagi-bagi kue.
Proyek di lumbung uang diatas lahan seluas 112,1 hektare telah selesai dikerjakan tiga tahun yang lalu. Namun pengalokasian pembayaran senilai Rp18,6 miliar itu perlu ditinjau ulang. Belum lagi, ada dana rekanan sisah pembayaran ikut mengendap sampai hari ini.
Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS – ADI) menjelaskan bahwa ada masalah yang lebih kongkrit pada proses penganggaran dan pembayaran pelaksanaan proyek LC/LD untuk penyediaan lahan Huntap II itu.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan upaya investigasi pengelolaan anggaran proyek itu yang diduga berpotensi terjadinya kerugian keuangan.
“Melihat pemberitaan memalukan ini, Intinya kami dari LS-ADI Kota Palu akan melakukan penelusuran pengelolaan dana hibah bantuan luar negeri untuk penyediaan lahan huntap bagi penyintas bencana di Kota Palu ini” tegas ketua PD LS-ADI Kota Palu, Asriadi R Sunuh melalui pesan rilis yang diterima Trilogi.
Baca Juga : Land Clearing Pusing Tujuh Keliling
Asriadi mengatakan berdasarkan surat pernyataan yang disepakati oleh PPK- PKP 1 dan pihak PT Rizal Nugraha Membangun atas proyek LC/LD penyediaan lahan huntap II, atas pekerjaan tambah, telah disepakati untuk siap membayar nilai volume pekerjaan tambah tersebut.
Namun surat pernyataan yang telah disepakati bersama, seolah hanya sekedar noda hitam diatas kertas.
“Ada indikasi yang patut untuk dicurigai diatas pembangkangan pembayaran pekerjaan tambah yang sekaligus memperlihatkan tidak ada itikad baik dari pihak BPPW padahal sudah disepakati bersama dalam surat pernyataan kedua belah pihak” tuturnya.
Menurutnya dengan tidak adanya transaparansi dipihak BPPW Sulteng ini, perlu untuk mendapat sorotan tajam. Dari pernayataan I Made Puniarta ini sangat jelas adanya indikasi korupsi menggelapkan dana kontrak proyek LC/LD yang mungkin saja dilakukan secara berjamaah.
Sebab menurut Asriadi, sedari awal BPPW tidak transaparan dalam menjalankan tata kelolah keuangan yang bersih. Berkali-kali terjadi perubahan kontrak secara sewenang-wenang.
“JIka aparat penegak hukum tidak bergerak karena menunggu laporan aduan, maka kami yang akan menyambangi mereka. Soal kemanusiaan kami tidak akan toleransi. Bagi kami ini bukan persoalan kontraktor dan pejabat BPPW Sulteng saja, karena imbasnya kepada masyarakat khususnya penyintas yang sampai dengan ini ditahun 2022 masih menempati hunian sementara yang jauh dari kata layak karena sudah ditempati bertahun-tahun” tegasnya.
Asriadi menambahkan jika LS ADI akan mengawal ini, bahkan jika penegak hukum diwilayah ini tidak bagaimana menjalankan tugasnya dengan baik seperti pada kasus-kasus seebelumnya kami akan membawa persoalan ini sampai ke pusat .
“Ada bukti jelas berupa surat pernyataan yang ditandatangani pejabat BPPW” tutupnya.