Material Ilegal di Proyek pemeliharaan berkala jalan Watuameta – Sanginora milik Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Sulawesi Tengah, di Lore Utara, Kabupaten Poso, mendapat sorotan dari banyak pihak. Betapa tidak, penggunaan material alam dalam proses pembangunan pemerintah diduga merupakan illegal.
Proyek pemeliharaan berkala jalan Watuameta – Sanginora itu sebelumnya dua tahun berturut-turut dimenangkan oleh PT Karyabaru Makmur dengan total anggaran mencapai Rp27.5 Miliar. Diantaranya TA 2019-2020 sebanyak Rp13.904.252.000 dan TA 2020-2021 sebesar Rp13.637.881.268 yang bersumber dari APBD Provinsi Sulawesi Tengah.
Baca Juga : Proyek Jalan Watumaeta – Sanginora Senilai Rp13,6 Miliar, Diduga Gunakan Material Tambang Galian C Ilegal
Proyek pemeliharaan berkala jalan Watuameta – Sanginora sendiri sudah harus rampung dibulan ini.
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun Trilogi, penggunaan material alam mulai dari kerikil, pasir, batu, hingga tanah dalam proyek jalan milik pemerintah berasal dari tambang galian C yang diduga material illegal, berlokasi di sungai Hae, Desa Watumaeta, Lore Utara.
Apalagi memang tidak ada satupun tambang galian C di Lore Utara yang memiliki Izin Usaha Penambangan (IUP).
Baca Juga : Korupsi Proyek Jembatan Torate Cs, Mantan Satker SKPD TP Sulteng dan Kontraktor Dituntut Penjara
Salah satu lembaga yang menyoroti adanya aktivitas pertambangan galian C yang diduga material illegal untuk kebutuhan proyek milik Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Sulteng, adalah Jaringan Tambang (JATAM) Provinsi Sulawesi Tengah.
Direktur JATAM Sulteng, Moh Taufik, kepada Trilogi meminta aparat penegak hukum untuk turun mengusut dugaan aktivitas tambang illegal yang dilakukan pihak perusahaan diwilayah sungai Hae di Lore Utara, Poso untuk kebutuhan proyek Pemerintah.
“Pertama terkait dengan dugaan aktivitas tambang ilegal yang dilakukan oleh pihak perusahaan di wilayah sungai, ini penting untuk d usut oleh aparat penegak hukum, karena melakukan aktivitas pertambangan diduga tanpa memiliki izin” kata Taufik.
Menurutnya, jika terbukti pihak perusahaan tidak mengantongi izin pertambangan dalam mengambil material illegal untuk kebutuhan proyek pemerintah, pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran pidana.
Baca Juga : NGERI-NGERI SUAP…!
“Dan ini jelas adalah pelanggaran terhadap undang-undang Nomor 3 tahun 2020 Tentang pertambangan mineral dan batubara, Pasal 158, Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.OOO.000.000,00 (seratus miliar rupiah)” jelasnya.
Taufik kemudian menjelaskan ketika material hasil penambangan yang diduga berasal dari aktivitas pertambangan illegal untuk keperluan pembangunan infrastruktur milik pemerintah, instansi terkait harus dicek, karena material yang digunakan diduga tidak mengantongi izin pertambangan.
“Kalau masih beraktifitas sampai sekarang, dan diduga itu ilegal, aparat penegak hukum harus segera menghentikan aktivitas tersebut karena berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih banyak terhadap negara, dan juga tentunya akan berpotensi buruk bagi keberlangsungan lingkungan hidup” tegas Taufik.
Baca Juga : BONGKAR DULU TERSANGKA KEMUDIAN
Keberanian Kontraktor pelaksana yang tanpa mengantongi izin galian C melakukan eksploitasi sungai Hae seharusnya mendapat perhatian pemerintah,khususnya penegak hukum pada instansi terkait.
Sungai Hae tempat lokasi pengambilan material untuk kepentingan proyek tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung didaerah Aliran sungai Palu-Poso,semestinya segala aktifitas pertambangan di sungai ini baik dilakukan perorangan maupun perusahaan adalah ilegal dan melanggar hukum.
Hingga berita ini ditulis, dampak aktifitas pengerukan material galian C sirtukil di sungai Hae Poso menyisakan kerusakan lingkungan yang cukup parah.