Selain sisa pembuangan limbah, lanjut dia air juga diduga tercemar akibat adanya pembuangan air pembersih kolam terindikasi menggunakan kaporit.
“Diduga yang mengandung kimia. Sudah mencemari air laut,” katanya sembari membenarkan adanya pernyataan tertulis dari kelompok nelayan tersebut.
Lanjut Nasar, aroma limbah pascapanen juga sangat menyengat dan menggangu masyarakat di seputar tambak, khususnya nelayan di Dusun Delapan Desa Donggulu Induk.
Selain itu katanya, di tepi perairan laut tempat nelayan melabuh perahu sepulang melaut sudah banyak tercemar lumpur setinggi orang dewasa.
“Dan juga sudah banyak kerang-kerang tajam yang hidup di perahu para nelayan. Di mana kami belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Bahkan dampaknya dapat melukai telapak kaki nelayan jika tidak menggunakan alas kaki,” katanya.
Selanjutannya, mata air yang biasanya dimanfaatkan masyarakat setempat untuk mandi, mencuci, dan lain-lain sudah tidak ada karena adanya tambak.
Kalaupun ada mata air yang masih mengalir, nelayan tidak dapat memanfaatkannya dikarenakan bercampur dengan air limbah hasil pembuangan dari tambak. Mata air bersih sudah tidak ada lagi.
“Pipa pembuangan limbah tepat berada di samping salah rumah keluarga nelayan sangat menggangu,” jelas Nasar.
Lalu katanya, jembatan yang dijanjikan sebagai sarana nelayan sepulang melaut juga tidak kunjung dibangunkan oleh pihak perusahaan.
Dengan demikian, kelompok nelayan Karya Bahari Desa Donggulu Induk menyatakan kurang nyaman akibat aktivitas tambak udang vaname, lantaran kurangnya perhatian dari perusahaan mengenai dampak sosial yang ditimpulkan.
“Olehnya, kami kelompok Nelayan Karya Bahari meminta kepada pihak perusahaan tambak udang vaname PT Esaputlii Prakarsa Utama untuk memberikan jalan keluarnya,” tandasnya.