Proyek Diusut Siapa Tersangkut
Upaya Kejaksaan membongkar indikasi kecurangan pada proyek pengadaan penanganan bronjong di ruas jalan nasional di Sulawesi Tengah mengalami kemajuan. Tak boleh berhenti pada level kontraktor.
Apalagi duit negara ikut jebol Rp1,6 miliar. Perkara ini harus tuntas sampai ke atas-atasnya.
Perkara dugaan korupsi proyek yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, ditenggarai menunjukan adanya konspirasi dan pembangkangan terhadap negara. Enam tahun jedah pengembalian duit negara, tak mengindahkan.
Pengusutan perkara proyek melekat pada seksi preservasi di BPJN Sulawesi Tengah 5 tahun lalu, di tenggarai sebagai kejahatan berlapis yang melibatkan banyak pemain.
Sejumlah nama yang terkait dalam urusan proyek ketika itu, harus terseret.
Berdasarkan Surat Print-05/P.2/Fd.1/10/2023 yang diterbitkan pada tanggal 10 Oktober 2023 oleh penyidik anti rasuah Kejati Sulteng, ditemukan indikasi bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp1,6 miliar.
Untuk itu penyidik kejaksaan resmi menaikkan status dugaan Tindak Pidana Korupsi untuk Pengadaan Peralatan bahan untuk jalan dan Jembatan di satuan kerja dibawah naungan BPJN Sulawesi Tengah pada tahun anggaran 2018 silam.
Melansir dari siaran pers (PLT) Kepala Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulteng, Abdul Haris Kiay, menjelaskan, dalam perkara ini penyidik telah memeriksa sejumlah nama terkait dalam urusan proyek ini.
Diantaranya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kepala Seksi Preservasi Jalan dan jembatan, Kepala BPJN Sulawesi Tengah periode 2018, bendahara keuangan, serta beberapa orang staf yang dianggap mengetahui persoalan proyek mangrak ini.
“Paket proyek pengadaan beronjong di BPJN Sulteng ini dikerjakan oleh PT Srikandi Jawara Dunia yang beralamat di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pekerjaan ini dilaksanakan pada tahun 2018 dengan nomor SPM No 00143/185169/BPJNXIV/LS/2018 tanggal 06 April 2018 dan SP2D No. 180511302004023 tanggal 05 April 2018. Meskipun demikian, ternyata pekerjaan tersebut tidak dilaksanakan secara profesional sehingga berakibat putus kontrak,” kata Abdul Haris Kiay, Selasa 10 Oktober 2023.
Selain itu, tambah Haris, tim penyidik juga telah mempelajari beberapa dokumen terkait, seperti kontrak dan surat pencairan dana.
Dalam telaah sejumlah dokumen kontrak pada paket tersebut, penyidik tidak menemukan adanya adanya pengadaan bronjong dengan nilai Rp1,6 miliar yang hingga saat ini barang tersebut tidak ada.