Namun, kontrak pengadaan tersebut putus, dan yang menjadi sorotan adalah uang muka sebesar Rp1,6 miliar yang tidak dikembalikan kepada pihak yang berwenang.
“Yang menjadi tanda tanya adalah mengapa uang muka sebesar Rp1,6 miliar yang diterima oleh kontraktor pelaksana tidak kunjung dikembalikan dalam waktu enam tahun, mulai dari tahun 2018 hingga tahun 2023” tambahnya.
Hal ini menjadi fokus dalam penyidikan lebih lanjut yang akan dilakukan oleh Kejati Sulteng.
Pihak berwenang berharap agar kasus ini dapat diungkap dengan baik demi keadilan dan integritas dalam pengelolaan keuangan negara.
Kasus ini menjadi salah satu contoh pentingnya pengawasan ketat terhadap penggunaan dana publik dan menegaskan komitmen untuk memberantas korupsi dalam segala bentuknya.