SELURUH komponen masyarakat Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu diminta ikut mengawasi pendistribusian bantuan pemenuhan atas hak korban bencana gempa bumi, Likuefaksi dan tsunami yang dilakukan oleh pemerintah setempat.
Publik beranggapan, pendistribusian dana bencana tersebut rawan dipolitisasi oleh oknum tertentu untuk kepentingan politik praktis menjelang pertarungan Pilkada 2020.
Seperti diketahui, kasus politisasi bantuan pemenuhan atas hak korban bencana pemerintah telah terjadi secara terang-terangan ditempat umum. Jika hal itu terjadi, patut diduga, dengan adanya penyalahgunaan bantuan tersebut dianggap telah mencederai rasa kemanusiaan di tengah perhelatan pilkada serentak.
Hal ini diungkapkan Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, dapil Kota Palu, Yahdi Basma, melalui rilis yang dikirim kepada Koran Trilogi, Sabtu 19 September 2020 menerangkan, jika peluang politisasi bantuan penyaluran santunan ahli waris oleh anggota DPR RI bersama Walikota Palu dianggap tidak etik.
“Menurutku, ini amat tidak etik, bukan karena ditengah Pandemi Covid19, tapi karena di tengah “Kontestasi PILKADA” yang seharusnya serius junjung tinggi prinsip-prinsip fairness, jurdil, edukatif & tidak koruptif” tulisnya.
Anggota Komisi II yang membidangi ekonomi dan keuangan itu, menduga jika program negara untuk pemenuhan atas hak korban bencana di Palu diduga turut dimainkan untuk kepentingan demi mendongkrak popularitas.
“Patut diduga, ini “memanfaatkan” PROGRAM NEGARA ~ yg memang sudah semestinya harus memenuhi HAK KORBAN BENCANA ~ untuk kepentingan elektabilitas tertentu di momen PILKADA 2020 ini” jelasnya.
Politisi fraksi Partai Nasdem ini menjelaskan untuk penyaluran dana santunan duka korban bencana di Kota Palu itu sudah jelas tertuang dalam permensos soal besaran jumlah yang diterima oleh ahli waris dan bantuan bagi penyintas yang masuk dikategorikan sebagai penerima dana stimulan.
“Uang Duka, atau yg dalam Pasal 20 ayat (1) PERMENSOS No.4 Tahun 2015 disebut “Santunan Ahli Waris” sejumlah Rp. 15.000.000 per Korban Meninggal, itu sama dengan urusan pemenuhan HUNTARA, HUNTAP, dan Uang Dana Stimulan (rumah rusak berat-sedang-ringan), adalah HAK KORBAN BENCANA, alias KEWAJIBAN NEGARA untuk memenuhinya” ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Yahdi, mengingatkan kepada Bawaslu untuk dapat memberikan perhatian serius kepada penyelenggara negara yang mengelolah dana bantuan bagi pemenuhan atas hak korban bencana.
“Mohon BAWASLU beri perhatian pada kejadian dimaksud, ini potensial “pelanggaran serius”…!” pintanya.
Seharisebelumnya Jumat 18 September 2020, sebanyak 1.324 ahli waris korban gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, menerima dana stimulan santunan duka tahap dua.
WaliKota Palu Hidayat pada penyerahan dana santunan duka kepada ahli waris korban bencana itu mengatakan pemenuhan hak-hak korban bencana 28 September 2018 belum selesai.
Saat ini pemerintah setempat sedang mengupayakan bantuan-bantuan lainnya, termasuk stimulan rumah rusak berat, sedang dan ringan serta hunian tetap (huntap).
Dia juga menjelaskan sejak 2018 lalu, Pemkot Palu telah mengalokasikan dana sebesar Rp36 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan dasar korban bencana berupa sembako.