PALU– Proyek preservasi jalan pada ruas Bungku-Batas Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terlihat amburadul. Penerapan proyek Long Segment yang diadakan Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) III wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) ini masih jauh dari seragam dan standar sepanjang segmen. Padahal, setiap tahunnya, puluhan miliar rupiah mengucur ke ruas jalan penghubung antara Kabupaten Morowali, Sulteng ke Sultra itu. Tengara adanya main mata pada proyek pun mengemuka.
Hasil pantauan media ini dilapangan banyaknya hasil pekerjaan yang nampak tak karuan. Dari berbagai jenis retak, tidak interlocking aspal, rubuh drainasse hingga ambruk jalan mewarnai proyek dikerjakan oleh PT radjata Membangun Nusa itu.
Pada 2016, untuk preservasi rehab, pemeliharaan rutin dan kondisi jalan, ruas dalam pengawasaan pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jemmy ini mendapat anggaran sebesar Rp35,4 miliar. Sedangkan di 2017, ruas tersebut mendapat gelontoran fulus segar sebesar Rp39 miliar lebih.
Afdal, salahsatu aktivis asal Morowali menyatakan sangat kecewa dan menyayangkan buruknya kualitas pengerjaan jalan negara tersebut. Padahal, kata Afdal, ratusan miliar gelontoran fulus telah mengalir dan membiayai pekerjaan ruas melintasi kediamannya tersebut 10 tahun terakhir ini.
“Miliaran rupiah digelontorkan pemerintah pusat setiap tahunnya, melelaui APBN dalam pemeliharaan rutin jalan ini. Namun hasilnya masih sama dengan tahun tahun sebelumnya. Kondisi seperti ini sangat merugikan kita semua”, katanya.
Menurut Afdal, dirinya selaku warga Morowali, sangat merasakan imbas dari semakin parahnya rusak pada jalan nasional itu. “Sangat merugikan. Distribusi ekonomi menjadi terganggu. Resiko hilangnya nyawa karena kondisi jalan, menjadi lebih besar. Korban sudah berjatuhan. Hal ini harus disikapi dengan serius”, katanya.
Afdal menegaskan, bahwa kuat dugaan, ada praktik asal kerja, lemah pengawasan dan kongkalikong dalam gelontoran puluhan miliar dana untuk pembiayaan jalan tersebut.
“Kami sangat menyangkan pihak pelaksana kegiatan yang acuh tak acuh dengan kondisi jalan yang semakin memburuk. Patut diduga ada praktik curang dalam gelontoran uang negara ini”, tegasnya.
Taufik, selaku Kepala Satker PJN III Sulteng, belum dapat dikonfirmasi terkait amburadul hasil kerja pada ruas dalam “kendalinya” tersebut. Jemmy, selaku PPK disebut sedang di luar kota.
AMBURADUL RUAS BUNGKU-BATAS SULTRA, SATKER DAN PPK PILIH BUNGKAM
Taufik, Kepala Satuan Kerja (Satker) dan anak buahnya Jimmy Adwang selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) III Wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) memilih bungkam dan enggan berikan komentar terkait “morat-marit” pengerjaan proyek preservasi jalan pada ruas Bungku-Batas Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) bernilai ratusan miliar rupiah.
Bahkan, kedua pejabat berwenang terhadap kelola uang negara tersebut, terkesan “alergi” dan menghindari para kuli tinta. Kasatker PJN III sulteng, Taufik, dinyatakan sedang tidak berada ditempat, ketika mau ditemui untuk dikonfirmasi. Konfirmasi via telepon kepada kedua pejabat publik ini pun, sama sekali tak digubris.
Jimmy Adwang sang PPK, bahkan seketika melakukan aksi blokir nomor kontak telepon, begitu mengetahui bahwa yang menghubungi dirinya adalah wartawan.
Padahal, setiap tahunnya, puluhan miliar rupiah mengucur ke ruas jalan penghubung antara Kabupaten Morowali, Sulteng ke Sultra itu. Sinyalemen adanya main mata pada proyek pun mengemuka.
Pengamatan media ini mendapati banyaknya hasil pekerjaan yang nampak tak karuan. Dari berbagai jenis retak, tidak interlocking aspal, rubuh drainasse hingga ambruk jalan mewarnai proyek dimenangkan oleh PT radjata Membangun Nusa itu.
Pada 2016, untuk preservasi rehab, pemeliharaan rutin dan kondisi jalan, ruas dalam pengawasaan pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jimmy Adwang ini mendapat anggaran sebesar Rp35,4 miliar.
Sedangkan di 2017, ruas tersebut mendapat gelontoran fulus segar sebesar Rp39 miliar, dengan nilai kontrak Rp35 miliar lebih. Kuat dugaan, proyek berbalut APBN tersebut, diarahkan kepada pihak tertentu, yang merupakan kerabat dekat salahsatu “orang kuat” yang memiliki wewenang dalam menentukan arah kucuran anggaran.