Sejumlah kalangan mempertanyakan keseriusan penyidik Kejati Sulteng, dalam mengusut laporan dugaan korupsi proyek bencana di Sulawesi Tengah yang melibatkan kontraktor pelaksana, konsultan pengawas dan PPK bencana RR01 di Satuan Kerja (Satker) Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sulawesi Tengah.
Laporan KRAK yang teregistrasi pada 14 Februari 2023 itu hampir seluruhnya macet. Jika berlarut-larut, perkara ini bisa menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan koruposi dalam menyelamatkan keuangan negara yang sudah tergerus di bidang konstruksi jalan di Sulawesi Tengah.
Karena itu, lumrah adanya bila aktivis antikorupsi meminta KPK proaktif turun di Sulawesi Tengah menyelidiki laporan KRAK di Kejati Sulteng atas dugaan korupsi kebocoran anggaran bencana untuk proyek jalan RR01 senilai Rp 223,2 miliar yang nyaris terabaikan.
Peneliti KRAK, Abdul Salam, kepada media ini mengatakan laporan dugaan korupsi di proyek bencana untuk pemulihan infrastruktur jalan yang dibiayai melalui program RR01 yang pembiayaannya dibebankan melalui dana Western Indonesia National Roads Improvement Project (WINRIP) IBRD Loan 80-43-ID, terhenti di Kejati Sulteng.
“Sampai dengan hari ini, laporan kami tidak ada tindak lanjut. Meskipun dalam perkara ini, kabar yang kami dengar sudah banyak yang diperiksa termasuk juga kontraktornya. Ini ada apa sebenarnya, bisa macet begini, “ ujar Salam.
Menurut Salam, laporan resmi KRAK ke penyidik anti rasuah di Kejati Sulteng hampir setahun itu ditengarai tercemar. Apa yang terjadi dalam pengusutan laporan dugaan korupsi di proyek RR01 yang digarap konsorsium BUMN di bawah kendali Satker PJN Wilayah II Provinsi Sulawesi Tengah tersebut, menjadi contoh terbaru.
Untuk itu kata Abdul Salam, KPK diminta turun tangan melakukan supervisi atas laporan KRAK di Kejati Sulteng terkait dengan dugaan korupsi di proyek bencana RR01 yang macet di Kejati Sulteng.
Hal itu menurut dia, dilakukan berdasarkan ketentuan UU No 19 Tahun 2019, dimana KPK dapat melakukan serangkaian tindakan pengawasan, penelaahan terhadap instansi berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi guna percepatan hasil penyelesaian penanganan laporan perkara.
“KPK harus turun di Sulawesi Tengah. Sejak kami laporkan proyek itu, sampai dengan detik ini kami belum pernah dikabarkan sejauh mana progres penanganannya. Bahkan, kami belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang merupakan hak kami sebagai pelapor, “ bebernya.