Produksi nikel Idonesia milik PT Vale Tbk (INCO) mengalami drop 17% pada semester pertama 2021 atau sebesar 30.246 ton, turun 16,7% dari periode tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya aktivitas pemeliharaan yang tidak terencana dan kadar nikel yang lebih rendah pada kuartal pertama.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) melaporkan volume produksi 15.048 metrik ton (MT) nikel dalam matte pada triwulan kedua tahun 2021. Volume produksi nikel ini menurun 1% dari produksi di kuartal pertama 2021 (15.198 MT) dan 20% lebih rendah dibandingkan volume produksi pada kuartal kedua tahun lalu (18.701 MT)
Hal ini dibeberkan melalui keterangan resmi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) pada laman website Senin 19 Juli 2021, dijelaskan adanya pemeliharaan terencana pada pabrik pengelohan nikel sehingga menyebebakan volume produksi nikel menurun.
“Perseroan mempertahankan target produksi pada level 64.000 ton, sebagaimana yang telah diumumkan sebelumnya,” tulis manajemen INCO.
Baca Juga : PT Vale Akan Kuasai Dua Blok Tambang Nikel di Bahodopi
Hingg saat ini, manajemen INCO menyebutkan, dua proyek pabrik pengolahan (Smelter) nikel milik INCO terus bergulir di wilayah Kecamatan Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah.
INCO yang menggandeng dua Corporasi dari China yakni Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai), telah menandatangani dokumen perjanjian kerangka kerjasama proyek untuk fasilitas pengolahan nikel Bahodopi, pada akhir tanggal di bulan Juni lalu.
Baca Juga : Morowali Jadi Sentral Pabrik Lithium Battery Indonesia Terbesar
Ketiganya akan akan membentuk perusahaan patungan atau joint venture (JV Co) untuk membangun delapan lini pengolahan feronikel rotary kiln-electric furnace, dengan perkiraan produksi sebesar 73.000 metrik ton nikel per tahun beserta fasilitas pendukungnya.
Melansir dari Kontan disebutkan bahwa, dalam enam bulan ke depan, Vale Indonesia dan mitra akan berusaha menyelesaikan semua persyaratan untuk mengambil keputusan investasi final atau final investment decision (FID).
Baca Juga : China Dominasi Investasi Bijih Nikel untuk bahan baku Baterai lithium di Morowali
“Waktu konstruksi maksimal 36 bulan dan semoga bisa lebih cepat,” kata Bernardus Irmanto, Direktur Keuangan Vale Indonesia.
Sementara untuk proyek smelter Pomalaa, tambah Bernardus, INCO masih menyelesaikan semua key commercial term sheet sekaligus juga menyelesaikan technical feasibility study terkait mining dan High Pressure Acid Leach (HPAL).
“Ini negosiasi dua pihak, yakni PT Vale dan Sumitomo Metal Mining (SMM). Jadi sangat dinamis. Kami sendiri mentargetkan semua (key commercial term sheet dan technical feasibility study) bisa selesai awal tahun depan,” tutup dia.