Kekayaan alam yang melimpah membuat Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah banyak dilirik oleh berbagai investor. Untuk memanfaatkan itu, Pemerintah Indonesia berencana bakal membangun pabrik Lithium Battery yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk kendaraan listrik masa depan.
Mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola, ketika itu mengatakan bahwa pembangunan pabrik battery lithium ini akan memanfaatkan sumber daya alam (SDA), Kabupaten Morowali berupa bijih nikel.
Baca Juga : PT Vale Akan Kuasai Dua Blok Tambang Nikel di Bahodopi
Pemerintah Sulteng ketika itu telah memfasilitasi rencana investasi proyek pembangunan pabrik Lithium Battery. Dengan nilai investasi tersebut sebesar Rp 51 triliun.
“Baterai yang lagi tren, dalam proses perizinan dan mudah-mudahan sepanjang memenuhi standar, kami mendukung pabrik baterai lithium dengan investasi rencana Rp 51 triliun,” kata Longki seperti yang dilansir dari CNBC Indonesia Jumat 23 Oktober 2020 lalu.
Longki mengatakan, proses pengolahan nikel di Sulteng sudah berjalan dari hulu hingga hilir. Sektor ini juga melibatkan banyak tenaga kerja yaitu kurang lebih 30 ribu orang, di mana sekitar 10% adalah tenaga kerja asing (TKA). Menurut Longki, seluruh TKA ini ditampung dalam satu komplek milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
“Kalau di sana, Kabupaten Morowali, kalau pagi kalah ini Bekasi, macetnya, karena saking padatnya tenaga kerja yang mau masuk. Jadi memang industri pengolahan membantu daerah khususnya dalam pertumbuhan ekonomi dan menggerakkan ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Dengan jumlah tenaga kerja tersebut, dikatakan Longki maka berdampak besar bagi perekonomian daerah.
“Jadi industri baterai lithium adalah turunan dari nikel dan punya nilai tambah dan mendongkrak nilai ekspor yang sudah terbukti sebelum ada baterai membantu ekspor, apalagi kalau ada ekspor, mungkin sampai ada mobil,” ungkapnya.
Tambang Nikel Morowali
Provinsi Sulawesi Tengah memiliki sumber daya bahan galian dan mineral golongan A (strategis) salah satu diantaranya adalah nikel. Dari data yang di riset Trilogi dari Pemerintah setempat, areal tambang nikel yang terdapat dikabupaten Morowali mencapai 149.700 ha dengan cadangan terduga terbesar 8.000.000 WMT.
Dalam tempo yang relatif singkat saat itu, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) mampu mengubah peta produsen nikel olahan di Indonesia. Menggeser PT Vale Indonesia Tbk (INCO), sejak 2018 IMIP sudah menguasai separuh produksi nikel olahan di Indonesia.
Berdasarkan sejumlah informasi dari beberapa media disebutkan PT IMIP yang menggandeng investor dari China, membuat industri olahan nikel itu berhasil berdiri di tahun 2013. Awal tahun 2014, fasilitas pengolahan nikel (smelter) pertama pun dibangun dengan kapasitas saat itu sebesar 300.000 ton Nikel Pig Iron (NPI). Tak berhenti sampai di situ, industri nikel olahan Morowali berkembang pesat dalam rentang 2015-2019.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO)
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) bersama mitra dari China menanamkan investasi USD 1,94 miliar untuk penambangan dan pengolahan bijih atau smelter nikel di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
CEO PT Vale Indonesia Tbk Febriany Eddy mengungkapkan alasan berinvestasi pada proyek smelter nikel di Desa Bahodopi tersebut, karena dinamika bisnis nikel di Indonesia yang kian maju sangat pesat dalam 8 tahun terakhir.
“Hal tersebut membuat PT Vale semakin mantap mengambil posisi dalam peta industri nikel Tanah Air sebagai operator nikel yang mengedepankan praktik-praktik penambangan berkelanjutan,” jelasnya.
Saat ini wilayah konsesi Vale Indonesia di Sulteng mencakup area kontrak karya seluas 22.699 hektare di Blok 2 dan Blok 3 Deda Bahodopi.
“Proyek pengembangan kami di blok tersebut terdiri atas dua bagian utama, yaitu tambang dan pabrik atau yang biasa kita sebut smelter,” ujarnya.
Kegiatan penambangan, lanjutnya, akan dioperasikan dengan nilai investasi pembukaan tambang sebesar USD 140 juta. Sementara untuk kegiatan pengolahan bijih nikel, pihaknya berencana membangun smelter dengan nilai investasi sebesar USD 1,8 miliar.
“Untuk pembangunan smelter, PT Vale Indonesia Tbk telah mendirikan badan usaha baru, yaitu PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (BNSI) yang saat ini telah memperoleh Izin Usaha Industri (UII). Pabrik ini rencananya akan dibangun dan dioperasikan bersama mitra kami dari Tiongkok,” ujarnya pula.
Febriany menyebut proyek Bahodopi telah diajukan sebagai bagian dari proyek strategis nasional untuk tahun 2021. Kegiatan penambangan PT Vale di Blok Bahodopi akan menyerap sekitar 900 tenaga kerja.
“Sementara untuk kegiatan di smelter, kami memperkirakan kebutuhan tenaga kerja mencapai 11.400 orang pada periode konstruksi, dan sekitar 3.700 orang ketika smelter sudah beroperasi,” ujarnya pula.
Ia berharap kehadiran PT Vale di Sulteng pada umumnya dan di Morowali pada khususnya dapat berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian warga sekitar dan daerah.