Pada peringatan 79 tahun kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2024, gema perayaan seharusnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Namun, di tengah gegap gempita kemerdekaan, suara pilu petani di Sulawesi Tengah masih bergema, menyuarakan permasalahan yang seolah tak kunjung usai.
Perjuangan mereka, yang telah dimulai sejak masa penjajahan, tampaknya belum juga mencapai puncak kesejahteraan yang diharapkan.
Di bawah naungan Garda Tani Sulawesi Tengah, para petani menyampaikan tiga poin penting yang hingga kini masih menjadi duri dalam daging perjuangan mereka.
Ketua Garda Tani Sulawesi Tengah, Ruly S. Alim, dalam pernyataan persnya menegaskan bahwa akses modal yang terbatas menjadi masalah utama yang menghantui petani di wilayah tersebut.
Keterbatasan ini memaksa petani untuk menggantungkan nasib pada tengkulak, yang tak ubahnya seperti penjajah di era modern.
Baca Juga : Adu Kuat Ahmad Ali & Anwar Hafid | Rusdy Mastura Siapkan Kejutan Pemecah Ombak di Pilgub Sulteng 2024 !
“Tengkulak kerap kali memberikan modal dengan syarat yang sangat memberatkan, dimana pembayaran hutang harus dilakukan dengan hasil pertanian yang diambil dengan harga jauh di bawah pasar” tegas Ruly.
Akibatnya, kata dia, ketika panen tidak mencukupi untuk melunasi hutang, lahan pertanian mereka diserahkan kepada tengkulak sebagai jaminan.
Tidak jarang, petani akhirnya menjadi buruh di lahan mereka sendiri, sebuah ironi di tengah kemerdekaan yang seharusnya menjanjikan kemandirian dan kesejahteraan.
Menurut Ruly, di sektor produksi, keterbatasan akses terhadap sarana pertanian bersubsidi juga menjadi momok bagi petani.
Pupuk bersubsidi yang tidak mencukupi kebutuhan menjadi kendala utama.
Baca Juga : TERPOPULER | Anwar Hafid Calon Gubernur Sulawesi Tengah : Program BERANI Memicu Harapan Baru !
Distribusi yang hanya mencapai pusat kecamatan tanpa menjangkau desa-desa menyebabkan ketergantungan petani pada tengkulak semakin tinggi.
“Tengkulak yang berperan sebagai fasilitator untuk pembiayaan dan distribusi pupuk ini, tentu saja, mengambil keuntungan lebih dari kondisi tersebut” ujarnya.
Hal ini, kata Ruly, akan semakin memperparah posisi tawar petani yang sudah terikat oleh jerat hutang.
Dengan sarana produksi yang terbatas dan akses yang sulit, petani Sulawesi Tengah seperti dipaksa berjalan di tempat dalam usaha mereka untuk meningkatkan produksi dan, pada akhirnya, kesejahteraan mereka.
Ruly membeberkan masalah lain yang tak kalah penting adalah rendahnya harga komoditas pertanian yang dibeli oleh tengkulak.
Dalam kondisi terikat hutang, petani tidak memiliki pilihan selain menjual hasil panen mereka kepada tengkulak dengan harga yang ditentukan sepihak.
Baca Juga : Drama Politik Merebut Kursi Sulteng 1 | Rusdi Mastura di Ambang Kemenangan atau Kekalahan ?
“Monopoli harga ini menjadi penghalang utama bagi petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian mereka. Bahkan, dalam beberapa kasus, petani yang mencoba menjual hasil panennya kepada pengepul lain diancam tidak akan diberikan modal lagi oleh tengkulak, membuat mereka terjebak dalam siklus yang merugikan” bebernya.
Dalam momentum peringatan hari kemerdekaan ini, tambah Ruly, mestinya yang seharusnya menjadi refleksi atas pencapaian bangsa, masalah yang dihadapi petani Sulawesi Tengah ini menjadi sorotan utama.
Garda Tani Sulawesi Tengah mengharapkan pemerintah daerah, baik yang sedang menjabat maupun calon kepala daerah dalam pilkada 2024, untuk memberikan perhatian serius terhadap permasalahan ini.
“Janji politik tentang pembangunan lumbung pangan dan pemberian asuransi pertanian yang pernah dilontarkan masih belum dirasakan dampaknya oleh petani. Oleh karena itu, Garda Tani siap berkolaborasi dalam merumuskan kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan ini demi mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan petani di Sulawesi Tengah” harapnya.
Dalam siaran pers itu juga disebutkan bahwa perjuangan petani untuk mencapai kesejahteraan dan kedaulatan ekonomi tidaklah mudah.
Baca Juga : Longki ‘Turun Gunung' | Hidayat Kunci Tim Perumus Strategi Pemenangan Ahamd Ali di Pilkada Sulteng 2024
“Namun, senyum petani adalah cerminan dari kemerdekaan yang sesungguhnya. Kami akan terus berjuang demi senyum itu, demi kemerdekaan yang hakiki,” tegasnya.
Perjalanan panjang menuju kesejahteraan bagi petani Sulawesi Tengah masih jauh dari kata usai. Dalam peringatan 79 tahun kemerdekaan Republik Indonesia ini, sudah sepatutnya semua pihak merenungkan kembali makna dari kemerdekaan itu sendiri.
Bukan sekadar bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga dari penjajahan ekonomi yang masih menghantui petani di pelosok negeri.
Tiga poin penting yang disampaikan Garda Tani Sulawesi Tengah seharusnya menjadi perhatian utama bagi para pengambil kebijakan, untuk benar-benar mewujudkan janji kemerdekaan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang menggarap tanah untuk hidup.
Momentum kemerdekaan ini bukan hanya milik segelintir orang, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia, termasuk petani di Sulawesi Tengah yang terus berjuang demi kesejahteraan yang belum kunjung datang.
Pemerintah daerah dan calon pemimpin dalam pilkada 2024 diharapkan mampu menjawab panggilan ini dengan kebijakan yang berpihak pada petani, sehingga kemerdekaan yang diraih 79 tahun lalu bisa dirasakan oleh semua golongan tanpa terkecuali.