Banjir air mata di malam Suro yang bertepatan dengan satu Muharam, membawa kabar duka yang mendalam. Air bah yang datang seketika meluluh lantakan desa Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Sedikitnya 3 orang tewas, 4 orang dinyatakan hilang dan 375 Kepala Keluarga (KK) dipaksa mengungsi.
Hingga kemarin, pencarian korban hilang masih terus dilakukan dan pengiriman bantuan bagi ratusan pengungsi desa Torue terus mengalir. Dusun II, III, dan V yang menjadi titik terparah terendam setinggi hampir 2 meter akibat luapan air sungai.
Berdasarkan laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), analisa sementara kejadian banjir yang terjadi pukul 22.33 WITA tepatnya tanggal 29 Juli 2022 lalu sebenarnya diawali oleh hujan dengan kategori intensitas yang tidak terlalu tinggi.
Data satelit curah hujan memperlihatkan intensitas hujan yang turun sebelum banjir masuk kategori hujan sedang. Akan tetapi hujan sedang dengan durasi lama ini bersamaan dengan pasang tinggi, sehingga komulatif debit di sungai khususnya bagian muara menjadi besar.
“Titik–titik limpasan air yang menggenangi permukiman merupakan alur lekukan sungai yang sekaligus pertemuan dari dua sungai, dan kawasan kaki jembatan yang tidak memiliki tanggul yang cukup. Sehingga jika debit hulu bertambah akibat hujan intensitas tinggi maka titik-titik limpasan ini sangat mungkin meluap dan menggenangi permukiman di daerah yang lebih hilir,” kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu 31 Juli 2022.
Kawasan permukiman yang terdampak merupakan kawasan genangan banjir dengan ketinggian topografi hanya 2 sampai 3 meter dari permukaan laut. Sedangkan titik limpasan air yang paling besar berada pada ketinggian 4 sampai 5 meter. Faktor ini yang menyebabkan banjir melimpas dan berdampak di pemukiman dengan arus yang cukup besar.
Sementara itu, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menekankan beberapa upaya seperti perbaikan sektor hulu dengan reboisasi, pembuatan daerah resapan air, penyediaan embung dan sebagainya agar dilakukan. Dalam hal ini BNPB akan terus membantu pelaksanaan rencana kontijensi berbasis perbaikan ekosistem dan lingkungan untuk jangka panjang.
“Untuk pencegahan jangka panjang ke depan, maka harus dibuat rencana kontijensi ke depan antara lain dengan memperbaiki lingkungan,” tutur Suharyanto.
Suharyanto mengunjungi lokasi terdampak banjir bandang. Dia menuju titik hilir sungai yang menjadi lokasi paling parah terdampak banjir bandang. Di lokasi itu, terlihat beberapa rumah roboh dan rusak porak-poranda, seolah menjadi saksi bisu bagaimana air bah yang sangat dahsyat menghantam permukiman penduduk.
SAR Ditpolairud Polda Sulteng Fokus Pencarian di Pesisir dan Laut
Proses pencarian empat korban banjir di Torue masih dilakukan. Untuk membantu korban yang belum ditemukan, Tim SAR Laut Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sulteng dikerahkan untuk proses pencarian.
Proses pencarian saat ini dipusatkan di pesisir pantai dan wilayah laut. Penyisiran dilakukan dengan menggunakan perahu karet. Sebanyak 10 personil Ditpolairud dilibatkan dalam proses pencarian.
Pemerintah Tetapkan Tanggap Darurat Bencana di Torue
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengucurkan dana siap pakai Rp250 juta untuk operasional tanggap darurat bencana banjir bandang di Desa Torue dan sekitarnya di Kabupaten Parigi.
“Saya hadir di daerah terdampak banjir untuk memastikan penanganan tanggap darurat berjalan sebagaimana mestinya, saya juga menyerahkan bantuan logistik kepada warga terdampak dan dana siap pakai tahap awal untuk kegiatan tanggap darurat,” kata Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto yang dilansir dari Antara.
Dana siap pakai diberikan sebagai bantuan untuk mendukung kegiatan tanggap darurat di lapangan, oleh karena itu peristiwa banjir bandang menerjang Parigi Moutong menjadi bagian dari tanggung jawab negara melakukan pemulihan.
Ia menjelaskan, secara prosedural masa tanggap darurat berlangsung selama 14 hari, status ini dapat diperpanjang bila situasi masih membutuhkan penanganan ekstra dalam urusan pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak.
“Kita lihat perkembangan di lapangan seperti apa ke depan, jika masih memungkinkan, maka kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat memutuskan,” ujar Suharyanto.
Setelah tanggap darurat teratasi, katanya, selanjutnya masuk pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, di masa ini akan dihitung penanganan jangka pendek untuk memastikan warga terdampak kehilangan tempat tinggal maupun rusak berat, sedang dan ringan mendapatkan kembali hunian mereka dari bantuan pemerintah.
Yang mana, intervensi rehabilitasi dan rekonstruksi menggunakan dua skema yakni hunian warga dapat dibangun kembali di lahan tersebut sepanjang lokasi itu masih layak dibangun hunian. Lalu ada skema relokasi atau hunian tetap (huntap) dibangun di tempat lain yang aman.
“Tugas Pemda menyiapkan lahan, kami di BNPB dan Kementerian terkait menyiapkan infrastruktur,” ucap Suharyanto.
Ia menambahkan, skema jangka panjang yakni penyiapan rencana kontigensi dan tahap-tahap pencegahan, diantaranya perbaikan lingkungan, normalisasi sungai maupun penghijauan.
“Perencanaan kontigensi kewenangan pemerintah kabupaten dan provinsi dan kami dipusat akan mendampingi,” demikian Suharyanto.