Perbedaan Fardhu Ain dengan Fardhu Kifayah
Islam ialah tuntunan yang paling kompleks dan komplet dan meliputi segalanya yang diperlukan untuk menuntun manusia supaya selamat di dunia dan akhirat. Sebagai pedoman hidup, Islam mempunyai hukum-hukum yang mempunyai tujuan untuk mengendalikan hidup manusia supaya tidak salah jalan.
Hukum itu didasari oleh firman Allah SWT yang terangkum dalam Alquran dan sabda Rasulullah dalam hadist. Hukum Islam terdiri jadi dua jenis, yakni harus (fardhu) dan sunah.
Mengutip buku Agar Layar Tetap Terkembang oleh Didin Hafidhuddin dan Budi Handrianto, hukum fardhu terdiri kembali jadi dua tipe, yakni fardhu ain dan fardhu khifayah. Dalam keterangan berikut ini akan dipaparkan lebih lengkap masalah apakah itu fardhu ain.
Pengertian dan Contoh Fardhu Ain
Masih mencuplik buku Agar Layar Tetap Terkembang oleh Didin Hafidhuddin dan Budi Handrianto, fardhu ain ialah status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang harus dilaksanakan oleh semua individu yang sudah penuhi ketentuannya. Bila meninggalkan hal yang hukumnya fardu ain, maka mendapatkan dosa.
Menurut Al Ghazali dalam buku Pemikiran-pemikiran Emas beberapa Figur Pendidikan Islam oleh Yanuar Arifin, contoh pengetahuan yang fardhu ain ialah pengetahuan agama, yakni sholat, zakat, puasa, berbakti ke kedua orangtua, dan sebagainya.
Dijelaskan juga dalam sebuah hadist yang mengulas mengenai kewajiban sholat dan zakat, Rasulullah bersabda:
“Bertakwalah ke Tuhanmu (Allah), tegakkan shalat lima waktumu, berpuasalah di bulanmu (ramadan), tunaikanlah zakat harta-hartamu, dan taatilah para pemimpinmu, niscaya kalian semua akan masuk ke surga Tuhanmu.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
Perbedaan Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah
Menurut buku Oposisi Islam oleh Dr. Naveen Abdul Khalik Musthafa, perbedaan fardhu kifayah dan fardhu ain ialah berada pada sifat pengguguran kewajibannya. Apabila sebuah kewajiban sudah dikerjakan seseorang, karena itu sifat wajibnya sudah gugur yang memiliki arti tidak berdosa bila tidak dilaksanakan orang lain.
Pada hukum fardhu ain, sifat wajibnya melekat pada setiap masing-masing orang dan tidak gugur jika salah satunya orang sudah melakukannya. Oleh karena itu, seorang tetap berdosa bila tidak jalankan kewajiban yang hukumnya fardhu ain.
Hukum fardhu kifayah ialah wajib buat warga secara keseluruhan. Contoh fardhu kifayah ialah mengurus jenazah yang meliputi memandikan, melakukan sholat mayat, dan menguburkannya.Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan dalam buku Fikih Prioritas, fardu ain harus selalu didahulukan daripada fardu kifayah. Perintah ini didasarkan dari hadist berikut:
عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ الْجُهَنِيَّ، يَقُولُ: ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ
Artinya: “Dari Musa bin Ulayy dari ayahnya, ia berkata: ‘saya mendengar Uqbah bin ‘Amir al-Juhany berkata: tiga waktu yang dilarang Rasulullah untuk menshalatkan dan mengubur mayat adalah waktu terbit matahari sehingga naik, waktu matahari di tengah-tengah sehingga condong dan waktu hampir terbenamnya matahari sehingga benar-benar terbenam.” (HR. Muslim).