Pemimpin baru Sulawesi Tengah, hasil Pilkada yang direncanakan tanggal 9 Desember tahun 2020 antara lain akan diperhadapkan kepada bagaimana desain kinerja fiskal daerah, agar bisa lebih baik lagi, sehingga dipandang mampu mengentaskan sejumlah indikator pembangunan yang masih bersoal.
Kandidat yang akan ikut ajang pesta demokrasi pemilihan kepala daerah untuk kali ini harus memiliki “isi kepala maupun isi Kantong ”
Antara lain bagaimana skenario (1) melahirkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun inklusive atau merata; (2) Bagaimana menekan angka kemiskinan yang masih tinggi, di atas rata-rata nasional ; dan (3) bagaimana menekan ketimpangan pendapatan antara individu dan wilayah, kabupaten/kota yang semakin melebar.
Tantangan itu diperparah lagi oleh kondisi Sulawesi Tengah ini, yang dalam kurun waktu dua tahun, 2018-2020, dua kali mengalami bencana besar. Pertama bencana alam berupa gempa bumi, pasang tsunami dan liquefaksipada28 September 2018 yang memorakporandakan infrastruktur dasar dan hancurnya sejumlah sektor usaha.
Kedua, belum tuntas dengan upaya pemulihan ekonomi akbat bencana 28 September, daerah ini di awal tahun 2020 kembali menghadapi bencana nonalam yaitu pandemiCovid-19 dan saat ini masih terus berlangsung. Bencana nonalam ini secara nasional menyebabkan lebih seribu orang yang meninggal dunia, dan terhentinya sejumlah aktifitas ekonomi , yang kemudian berdampak meningkatnya angka pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan.
Fiskal daerah merupakan salah satu kebijakan perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dan fiskal ini memuat daftar sistematis terperinci terkait dengan rencana penerimaan serta pengeluaran daerah selama periode satu tahun anggaran dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kebijakan fiskal ini akan berperan sebagai instrumen yang mengatur pengeluaran dan pendapatan daerah dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan di bidang pemerintahan dan pembangunan.
Ada dua substansi penting yang perlu dicermati dalam melihat kebijakan sebuah daerah. Pertama berapa besar pendapatan atau penerimaan daerah tersebut. Kedua bagaimana pemanfaatan pendapatan tersebut untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan.
Sulawesi Tengah di tahun anggaran 2019 memiliki total pendapatan sekitar Rp4,149 triliun yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar Rp1,007 triliun) r, dan dana bagi hasil dari pemerintah pusat sekitar Rp3,142 triliun rupiah. Selanjutnya di tahun 2020 total pendapatan daerah sekitar Rp4,268 triliun yang terdiri atasPAD sekitar 1,041 triliun rupiah dan dana bagi hasil sekitar Rp3,227 triliun. Dengan kata lain PAD naik sebesar Rp33 miliar dan dana bagi hasil naik sebesar sekitar Rp166 miliar, yang bermakna bahwa persentase kenaikan dana bagi hasil lebih besar dari PAD.
Dari total pendapatan ini, alokasi anggaran untuk gaji dan tunjangan pegawai di tahun 2019 mendekati Rp1,3 triliun, belanja langsung ( belanja pegawai, barang dan jasa serta belanja modal) sekitar 1,9 triliun rupiah dan belanja tidak langsung (hibah, bantuan sosial, DAU, dan DAK) sekitar Rp1 triliun. Struktur belanja fiskal di tahun 2020 juga tidak jauh berbeda dengan tahun 2019 yaitu belanja langsung hampir dua kali belanja tidak langsung setelah dikeluarkan gaji dan tunjangan pegawai.
Bila dibandingkan kinerja fiskal tahun 2019 di beberapa provinsi di Pulau Sulawesi menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan berada di urutan pertama dengan nilai APBD sekitar Rp9,9 triliun dan PAD sekitar Rp3,97 triliun rupiah. Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara serta Sulawesi Tenggara, kinerja fiskalnya hampir sama yaitu APBD sekitar Rp4 triliun dan PAD sekitar Rp1 triliun.
Sulawesi Selatan ekonominya bertumpu pada sektor pangan, pariwisata, transportasi serta tambang. Sementara Sulawesi utara mendorong sektor pariwisata dan pangan menjadi lokomotifnya. Provinsi Sulawesi Tengah maupun Sulawesi Tenggara kinerja fiskalnya lebih dominan ditopang oleh sektor tambang.
Uraian di atas memberi pesan kepada kita bahwa pemimpin baru Sulawesi Tengah hasil Pilkada tahun 2020, harus mampu meningkatkan PAD dan bagi hasil dengan memberikan prioritas atau alokasi anggaran terhadap pengembangan sektor pangan, parawisata, sektor jasa dan sektor tambang berorientasi industri dan digitalisasi.
Mendorong sektor-sektor ini secara paralel dan simultan akan menicu pertumbuhan ekonomi yang inklusif atau merata yang selama ini masih menjadi soal; menurunkan angka kemiskinan yang masih tinggi serta; mampu menekan makin lebarnya angka ketimpangan pendapatan.
Harapan menghasilkan pemimpin daerah seperti itu akan bergantung kepada dua hal yaitu (1) apakah pasangan kandidat yang lolos ikut berkontestasi memiliki kompetensi untuk hal tersebut dan (2) apakah masyarakat pemilik hak suara telah berorientasi kepada kualitas, bukan kepada politik transaksional.
Melihat realitas demokrasi saat ini, maka kandidat yang akan ikut ajang pesta demokrasi pemilihan kepala daerah untuk kali ini harus memiliki “isi kepala maupun isi kantong” atau dengan kata lain antara gagasan dan cost politik berdiri sama tinggi.
Harapan kita tentunya para kandidat yang akan ikut kontestasi itu memenuhi syarat yang dimaksudkan. Sehingga siapapun yang terpilih , harapan agar bisa keluar dari permasalahan kemiskinan maupun ketimpangan dapat direalisasikan.
Dan akhirnya kita juga berharap, kiranya pemilik hak usung dan hak suara sama-sama menginginkan adanya paradigma baru dalam pesta demokrasi kali ini. Bencana alam multi dampak 28 September 2018 serta bencana non alam Covid-19 diharapkan bisa menjadi salah satu faktor pemicu semangat atas lahirnya perubahan paradigma itu. SEMOGA
(Ketua Ispikani Sulawesi Tengah)