Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Palu berunjukrasa dengan mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah, Senin kemarin.
Mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Bersatu Kota Palu mendesak Jenderal Tito Karnavian segera mundur dari jabatannya sebagai Kapolri karena dinilai gagal dalam memimpin anak buahnya saat unjukrasa di Jakarta.
Koordinator Aksi, Wardi mengatakan, pihak kepolisian melakukan tindakan represif atau kekerasan aparat kepolisian terhadap warga sipil tak bersenjata saat menggelar aksi. Massa aksi tak luput dari penembakan dan pemukulan.
“Bahkan tim medis juga tak luput dari aksi pemukulan dan dianggap sebagai korban kerusuhan. Ini aneh!,” katanya.
Atas kejadian itu, Wardi menilai Kapolri tidak mampu mengamankan ratusan ribu massa aksi di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang mengakibatkan jatuhnya korban pada 22 Mei 2019 lalu.
“Kami menilai Pak Jenderal Tito Karnavian gagal mengamankan warganya dari keberingasan anggotanya,” katanya.
Sementara itu, salah seorang mahasiswa asal Provinsi Gorontalo, Nasar Pakaya juga mengatakan, insiden yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa itu dinilai sebagai bentuk penindasan terhadap masyarakat sipil dari aparat kepolisian yang mengamankan gedung Bawaslu.
“Apa yang terjadi pada hari itu adalah bentuk kekerasan kepada warga yang menyuarakan aspirasinya,” jelasnya.
Salah seorang mahasiswa Universitas Tadulako, Amink mengatakan, aksi tersebut tidak ditunggangi oleh partai politik manapun, melainkan murni atas keprihatinan dan kritik terhadap aksi represif aparat kepolisian dalam mengamankan massa aksi di hari itu.
“Parahnya, Jokowi tidak tahu menahu soal insiden itu dan menyerahkan tanggung jawab kepada Polri. Ini aneh, tidak ada yang mau terbuka,” tegasnya.
Olehnya itu, Aliansi Mahasiswa Kota Palu mendesak Tito Karnavian mundur dari jabatannya sebagai Kapolri.