“Sebagai Ketua BPD Ambunu, saya mencoba melakukan upaya pencegahan, setelah mendapatkan laporan bahwa Kades Ambunu, bersama warga telah menjual lahan kepada PT BTIIG,” katanya.
“Saya pun menggelar rapat tertutup dengan mengundang beberapa tokoh tokoh masyarakat Desa Ambunu, termasuk 10 warga yang dibuatkan SKT oleh Kades Fadly,” sambunganya.
Disebutkan, dalam rapat itu dia mempertanyakan status lahan mangrove yg sudah diterbitkan SKT oleh Kades Fadly dan diperjualbelikan kepada BTIIG.
Namun kata Ahmad, rapat tertutup tersebut tidak menghasilkan keputusan, karena 10 warga tetap ngotot dan bersikeras mengklaim sebagai pemilik lahan sepanjang pesisir pantai yang berisi lahan mangrove.
Berselang dua hari pasca rapat tertutup, Ketua BPD kembali mengundang warga menggelar rapat terbuka, dengan menghadirkan Kepala Desa bersama aparat desa. Semua anggota BPD dan masyarakat Desa Ambunu hadir dipertemuan terbuka.
Dalam rapat terbuka itu, anggota BPD mengusulkan bagaimana jika area lahan mangrove sekitar 30-an hektar yang akan dijual dengan atas nama 10 orang tersebut diambil alih penjualannya atas nama Desa Ambunu. Dengan Dua opsi hasil penjualan.
Opsinya pertama, kata Ahmad, hasil penjualan dibagi rata ke seluruh masyarakat Desa ambunu tanpa terkecuali. Obsi kedua, hasil penjualan 30 hektar lebih jika ditotal melebihi 15 miliar, akan dibangunkan gedung serbaguna Desa Ambunu.
“Namun kedua usulan anggota BPD tidak diterima, karena Fadly selaku Kades Ambunu tetap tidak menyetujui usulan BPD. Dengan alasan lahan mangrove sudah ada pemiliknya. Dengan sudah diterbitkan SKT kepada 10 orang tersebut,” jelasnya.
“Pastinya, pembayaran lahan mangrove yang diperjual belikan kepada PT BTIIG itu dilakukan pada tahun 2023 ini,” tutupnya. *