Bencana banjir yang melanda beberapa wilayah di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, mencatat dua orang meninggal dunia dan kerugian ratusan miliar rupiah. Puluhan rumah warga ikut terendam, serta jalan dan jembatan rusak berat.
Belum genap dua bulan bencana banjir bandang yang menghantam beberapa Desa yang terjadi di Kabupaten Sigi, musibah akibat hujan terjadi lagi di Kabupaten Morowali. Tak pelak ini bencana terbesar yang cukup viral terjadi ditanah Funuasingko.
Koordinator Kampanye Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Tambang (JATAM) Provinsi Sulawesi Tengah M Taufik mengatakan terkait dengan dampak banjir yang baru-baru ini menerjang Kabupaten Morowali yang merusak infrastruktur dan permukiman warga dengan total kerugian capai ratusan miliar rupiah sebenarnya adalah bentuk kelalaian pemerintah dengan tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan ketika menerbitkan izin tambang di lokasi banjir.
“Bagi kami banjir ini kami duga kuat terjadi pengrusakan wilayah hulu oleh aktivitas pertambangan yang mengakibatkan bencana banjir. Dari analisis yang kami lakukan Via Argis dan beberapa citra satelit kemi menemukan aktivitas tambang tersebut berada dihulu atau punggungan. Sehingga kami mengusulkan ke pemda untuk kaji ulang daya dukung dan daya tampung lingkungan disana” kata M Taufik kepada Koran Trilogi.co.id Jumat (14/6/2019).
Menurut dia, ada kemungkinan lingkungan sudah tidak mampu menampung sesuai izin tambang tersebut sehingga menyebabkan banjir. Namun itu perlu kajian lebih dalam lagi.
“Kami juga menduga bencana banjir ini, karna lemahnya sistim pengawasan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap aktivitas pertambangan yang ada di Kabupaten morowali. Kejadian banjir kali ini kami mendesak pemerintah untuk serius melakukan evaluasi kepada perusahaan perusahaan tambang yang ada di Kabupaten Morowali” kata Aktivis Jatam Sulteng itu.
Kelompok Muda Peduli Hutan (KOMIU) Sulteng melalui Koordinator Divisi Advokasi dan Kampanye, Fadly Rizki mendesak Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah khususnya Dinas terkait untuk segera melakukan kaji ulang daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup (DDTLH) di seluruh wilayah yang telah dibebani izin penggunaan lahan untuk pertambangan.
Menurut Fadly Rizki kepada Trilogi.co.id hal itu harus dilakukan untuk mengevaluasi tata kelola ruang yang ada di Kabupaten Morowali Utara dan Kabupaten Morowali, dimana pada hari sabtu tanggal 1 Juni 2019 beberapa Desa diterjang banjir di Kecamatan Bungku Utara.
Seperti dikabarkan banjir merendam delapan Desa yang membuat terputusnya jembatan dan turut mengancam 4000 Jiwa penduduk yang ada di kecamatan tersebut. Dan beberapa hari kemudian banjir kembali terjadi pada 8 juni tahun 2019, yang kemudian merusak jembatan dan merendam ratusan rumah warga serta mengisolir akses warga untuk beraktivitas, akibatnya harga bahan makanan melonjak naik.
“Dari analisis yang kami lakukan seluruh badan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terbagi dari bagian hulu, tengah dan hilir di Kabupaten Morowali seluruhnya masuk dalam konsesi pertambangan yang saat ini menjadi sasaran eksploitasi. Hal itu juga didukung sampai saat ini belum ada upaya reklamasi lahan yang telah dibuka oleh perusahaan tambang, bahkan beberapa temuan kami topsoilnya ikut hilang ditambang oleh perusahaan” ungkapnya.
Dia juga menghimbau kepada Pemerintah Daerah mesti cermat dalam penerbitan izin lingkungan, karena pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Koordinasi dan Supervisi yang dilakukan oleh Dirjen ESDM dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), banyak perusahaan berhenti dan meninggalkan lubang tambang yang tidak direhabilitasi, jika dicek perusahaan itu juga memegang izin lingkungan dari pemda setempat.
Pada dasarnya izin lingkungan adalah instrument pengendalian bukan malah meloloskan hal yang tidak diperbolehkan. tegasnya. Kami mencatat di Sulawesi Tengah, saat ini terdapat 321 IUP mineral logam, yang terbagi 245 yang clear and clean (CNC) dan 76 yang tidak clear and clean (CNC). dari 245 yang cnc hanya 119 IUP yang masuk kategori baik, 97 IUP berstatus operasi produksi, selebihnya 22 IUP statusnya ekplorasi, dari 97 IUP tersebut terdapat 30 IUP yang aktif dan kemungkinan akan bertambah setelah adanya pembenahan perizinan di Dinas ESDM.
Terpisah Kepala Dinas (Kadis) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulteng, Dr Ir Yanmar Nainggolan, yang dikonfirmasi Trilogi.co.id, Jumat (14/6/2019), menampik jika pengelolaan tambang nikel di Morowali kurang pengawasan.
Menurut Yanmar semua pengelolaan perusahan tambang di Morowali memiliki Amdal atau dokumen lingkungan yang yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang di kabupaten.
“Dinas ESDM melakukan pengawsan terhadap reklamasi atas lahan terbuka yang sudah tidak ditambang lagi (mine out). Apabila perusahaan tidak melaksanakan reklamasi, peraturan mengamanatkan untuk dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dengan mencairkan jaminan reklamasi yang ada pada pemerintah daerah” kata Yanmar.
Dijelaskannya bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Morowali, faktor-faktor yang turut mempengaruhi adalah bukan lahan aktif tambang. Justru adanya lahan terbuka untuk kegiatan operasi produksi, perkebunan masyarakat, bukaan akibat aktifitas deforestasi lainnya.
Tetapi juga memang faktor intensitasi curah hujan yang diatas normal dan daya tampung sungai Bahudopi juga menjadi faktor dominan dalam menyebabkan banjir.
“Perihal reklamasi kami akan terus meningkatkan pengawasan bersama Inspektur tambang Kementerian ESDM yang ditempatkan di sulawesi tengah”. kata Yanmar.
Penulis : Elkana Lengkong / Trilogi.co.id
Editor : Wahyudi