Sejak berdirinya perusahaan tambang emas PT Citra Palu Mineral (CPM) di Poboya dalam mengelola bebatuan mineral , ternyata banyak menimbulkam masalah. From Pemuda Peduli Daerah (FPPD) Provinsi Sulawesi Tengah menemukan sedikitnya ada lima masalah yang telah dilaporkannya ke Direktorat Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Sulteng.
Kelima masalah diantaranya, dugaan pelanggaran Amdal, tentang pengambilan material hingga pada pengelolaan tambang emas blok 1 Poboya berbasis edukasi bahaya pengelolaan Tambang Emas.
Olehnya FPPD Sulteng mendesak Polda Sulteng segera menindaklanjuti penyampaian laporan agar memberi pelajaran terhadap pihak yang sengaja melakukan Pembiaran Pengelolaan Tambang yang membahayakan lingkungan dan kehidupan penduduk lokal yang ada di Kota Palu, khususnya penduduk Kelurahan Poboya, Lasoani dan Kawatuna.
Koordinator FPPD Sulteng, Eko Arianto mengatakan dokumen sejumlah persoalan krusial yang dilakukan oleh PT Citra Palu Mineral (CPM) di blok 1 Poboya telah diserahkan pada penyidik Reskrimsus Polda Sulteng sejak beberapa waktu lalu. Dokumen yang merupakan hasil investigasi mengandung unsur kebenaran atau bukan hoax, sehingga penyidik tidak punya alasan mengesampingkannya.
”Kami punya dokumentasi atas semua dugaan pelanggaran PT CPM, sehingga datanya akurat,”ujar Eko.
Eko mengaku terus memantau proses penyidikan. Jika tidak mengalami perkembangan yang siknifikan, maka akan membawa kasusnya ke Bareskrim Mabes Polri dengan tembusan Menko Polhukam, Kementetiaan ESDM bahkan ke Presiden melalui rekan-rekan yang ada di KSP.
JATAM : HARUSNYA IZIN TAMBANG PT. CPM DICABUT
Sejak pascabencana yang terjadi di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong (Parimo), Khususnya Kota Palu seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah pusat dan Provinsi untuk melakukan pencabutan izin lokasi aktivitas pertambangan PT. Citra Palu Mineral (PT CPM) yang beraktifitas di Kelurahan Poboya Kota Palu.
Hal itu disampaikan secara tertutlis melalui rilis media yang disampaikan Jatam Sulteng, yang ditandatangani Direktur Bidang Advokasi, Moh. Taufik,
Dijelaskan Moh. Taufik, operasional PT. CPM di Poboya diberikan peniangkatan Operasi Produksi, izinnya pada tahun 2017 dengan keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 422.K/30.DJB/2017.
“Yang aktivitas pertambangannya di duga melakukan penambangan dengan metode Underground Mining (pertambangan bawah tanah) diduga menggunakan bahan peledak,”beber Moh. Taufik.
Menurut Taufik, mengapa harus di lakukan pencabutan izin PT. CPM pascabencana alam gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi, yang terjadi pada 28 September 2018 lalu.
Sebab, dalam rilis pemerintah terkait dengan wilayah Peta Zona Ruang Rawan Bencana Palu dan sekitarnya, yang dibagi menjadi empat kategoriZona, pertama, Zona Terlarang. Kedua, zona Terbatas. Ketiga, Zona Bersyarat, dan keempat, Zona Pembangan. Dalam pembagian zona ini, Kecamatan Mantikulore masuk dalam Zona Bersyarat yang rawan likuifaksi.
“Penting juga untuk kita ketahui bersama, bahwa peningkatan izin usaha pertambangan yang dilakukan oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral untuk PT Citra Oalu Mineral ternyata juga diduga bertentangan dengan Perda RTRW Kota Palu,” ungkap Taufik lagi.
Dipaparkan Taufik, dalam pasal 42 Ayat (1) Perda RTRW Kota Palu, menyebutkan bahwa Kecamatan Mantikulore yang sebelumnya masuk diwilayah Kecamatan Palu Timur adalah kawasan rawan bencana tanah longsor.
“Maka dari itu kami mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Sulawesi tengah untuk melakukan pencabutan Izin Operasi Produksi yang diberikan kepada PT. Citra Plau Mineral di kelurahan Poboya Kota Palu. Karena bagi kami, penerbitan izin tambang untuk PT. CPM merupakan salah satu sumber bencana yang mengancam Kota Palu,” tegasnya.