Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah melalui anggota fraksi partai Nasdem, Yahdi Basma, Rabu siang 7 Oktober 2020 menerima aspirasi dari masa aksi terkait pro kontra ditetapkannya Omnibus Law.
Anggota komisi II yang membidangi ekonomi dan keuangan itu, lalu mengajak sejumlah perwakilan masa aksi kedalam ruangan wakil ketua DPRD provinsi Sulawesi tengah untuk berdialog.
Dalam dialog itu, elemen mahasiswa yang dinahkodai Ketua BEM dan Ketua PMII Palu (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Cabang Palu, Taslim Pakaya itu bertujuan untuk menyuarakan aspirasi pasca diundangkannya RUU Cipta Kerja (Omnibis Law) pada tanggal 5 Oktober 2020 yang menuai pro-kontra publik.
“Kami meyakini, Bung Yahdi sebagai wakil rakyat ini, pasti respon jika kami hendak temui. Nah, pertama, kami sejauh ini consern kawal RUU Omnibus Law. Semalam kami lakukan kajian atas perkembangan isu nasional. Nah ada 12 item yg beredar luas sebagai kekurangan UU tersebut yang jauh dari nilai kesejahteraan rakyat. Namun, UU tersebut kan belum kami miliki, apakah bisa dijelaskan ini,” tanya Taslim.
Menjawab pertanyaan itu, Yahdi menjelaskan bahwa memang di tengah masyarakat, beredar 12 alasan buruh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
“Namun tentu tidak boleh kita telan mentah sebelum menerima UU yang sudah diundangkan tersebut,” kata Yahdi.
Contohnya, lanjut Yahdi, isi UU yang mengatakan bahwa Uang pesangon akan dihilangkan? Tetapi faktanya, uang pesangon tetap ada.
Selanjutnya, kata dia, info liar yang beredar bahwa UMP, UMK, UMSP dihapus, padahal tidak.
Menurutnya Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada. Di mana pada pasal 88C UU 13 Tahun 2003, khususnya ayat (1) disebutkan, Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.
“Di Ayat (2) disebutkan, upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi,” terangnya.
Selain itu, kata dia, ada juga info liar lainnya yang cenderung hoax, di mana dikatakan bahwa perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak. Namun faktanya, kata Yahdi, perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.
“PHK itu dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Dan di ayat duanya, disebutkan bahwa dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian PHK dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tuturnya.
Di kesempatan itu, Yahdi menitip pesan bahwa selain aktif mengritisi RUU, mahasiswa juga harus proaktif mengawal sejumlah raperda yang saat ini sedang dibahas di DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
“Karena UU kita di tingkat daerah itu kan Perda. Nah, saat ini DPRD provinsi akan menggodok 9 Ranperda, tambah 1 yakni Ranperda Perubahan tentang Kesehatan Daerah untuk mengonstruksi Protokoler Kesehatan terkait Covid-19,” tutup Yahdi.
Mendapat penjelasan yang begitu detail, para mahasiswa pun mengaku puas dan berterima kasih kepada Yahdi.