Bendahara Umum Partai NasDem, Ahmad HM Ali, dan Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah Hasanuddin Atjo disebut-sebut sebagai pasangan ideal pada pilkada Sulawesi Tengah Tahun 2020 mendatang yang akan bikin Sulteng alami lonjakan.
Saat membahas terkait pasangan tersebut, akademisi Prof Dr H Djayani Nurdin, mengungkapkan bahwa Ahmad HM Ali dan Hasanuddin Atjo merupakan politisi terbaik dan birokrat yang visioner baik tingkat Nasional maupun daerah.
“Jika Sulawesi Tengah hendak mengalami perubahan dengan lonjakan bidang ekonomi, menuju industri 4.O dierah milenia. Sudah saatnya daerah ini harus dipimpin figur pemimpin visioner memiliki konsep visi misi selaras kebijakan Jokowi Maruf Amin Indonesia HEBAT Tahun 2050”. Ungkapnya ketika dihubungi Koran Trilogi, Selasa 6 Agustus 2019.
Menurut mantan Wakil Rektor Bidang Kemahasiwaan Untad Palu ini, sebagai politisi sekaligus sebagai Bendahara Umum NasDem, Ahmad Ali berperan penting dalam keberhasilan partai besutan Surya Paloh ini pada Pemilu 2019 yang digelar pada bulan April lalu.
Pada Pemilu 2019, Partai NasDem mendapat suara sebanyak 12.661.792 suara (9,05 persen). Sementara pada Pemilu 2014, partai ini hanya memperoleh dukungan 8,402.812 suara (6,72 persen). Selain itu, menurut Djayani Nurdin, Ahmad Ali, juga adalah pengusaha sukses.
“Perpaduan pemimpin Sulteng kedepan figur politisi dan birokrat entrepreneur itu sangat tepat. Kurang baik jika politisi pasangan politisi, atau birokrat dengan birokrat. Saya melihat figur Ahmad Ali seorang politisi dan Dr Hasanuddin Atjo sebagai birokrat entrepreneur senior sangat tepat memimpin Sulteng pada pilkada mendatang”. Kata Guru Besar Fakuktas Ekonomi Universitas Tadulako Palu.
Kedua figur ini, tambah Djayani Nurdin, bisa membawa daerah ini dengan konsep pembangunan bidang ekonomi penuh lonjakan. Bukan berarti figur lain tidak memiliki kemampuan, tetapi figur Ahamad Ali dan Dr Hasanuddin Atjo itu sudah teruji yang karya mereka dapat dirasakan telah memberi dampak azas manfaat tingkat kesejahteran bagi masyarakat di Sulawesi Tengah.
“Kita lihat perjalanan Ahmad Ali sebagai politisi menjadi Ketua DPD Partai NasDem Sulteng, Anggota DPR-RI dan menjadi Bendahara Umum di DPP NasDem, Ketua Fraksi Partai NasDem di DPR-Ri dan di Pemilu 2019 meraih suara terbanyak. Begitupun Dr Hasanuddin Atjo birokrat entrepreneur senior yang cerdas banyak gagasan membangun bidang Kelautan Perikanan di seluruh wilayah Sulteng dan memberi dampak hajat hidup masyarakat nelayan. Juga sebagai ahli penemu tambak udang Vaname supra intensif” Ungkap Prof Dr Jayani Nurdin.
Sementara itu, Dr M Ahlis Djirimu Ph.D mengatakan pemimpin Sulteng 2020 adalah figur yang mampu merangkul kabupaten dan kota di Sulteng, yang bertujuan untuk menciptakan taraf produksi sumber daya alam yang ada di Bumi Tadulako ini.
Selain kata Ahlis Djirimu, figur yang akan jadi pasangan pemimpin di Sulteng kedepan, mampu membuka kerjasama dari segala bidang salah satunya melalui hubungan dagang pada sektor pelayaran rakyat.
” Caranya ciptakan kerjasama antar daerah pesisir barat Sulawesi dan pesisir timur Kalimantan dalam wadah kerja sama Laut Sulawesi. Dalam wadah ini, lakukan MOU bilateral seperti Kabupaten Donggala dan Balikpapan baik MOU antar Pemda dan Pemkot maupun antar BUMD. Antar sesama daerah di Sulteng juga dilakukan bagi pasokan kuota di kalimantan. Lalu kemudian tentukan linimasa dan roadmap antisipasi pemindahan ibukota admistrasi negara. Jadi Bagi saya Pasangan Ahmad Ali dan Dr Hasanuddin Atjo komplit sebagai politisi-birokrasi”. kata M Ahlis Djirimu.
Selain itu, Akademisi Dr Slamet Riadi Cante MSi mengatakan figur pemimpin Sulteng kedepan di Pilkada Gubernur Sulteng tahun 2020 adalah figur yang memiliki komitmen yang tinggi dalam merespon terhadap berbagai perubahan dan peradaban baru.
Gagasan Presiden Jokowi untuk memindahkan pusat pemerintahan di Kalimantan, kata Slamet Riadi Cante, merupakan sebuah peluang bagi Pemerintah Sulteng untuk lebih memperkuat konektivitas ke ibu kota negara.
“Saya melihat wacana menduetkan H. Ahmad Ali dengan Dr.Hasanuddin Aco merupakan figur yang saling melengkapi. H. Ahmad Ali merupakan Politisi yang memiliki basis massa dan adrenalin politik yang cukup kuat. Sedangkan Dr Hasanuddin Aco merupakan sosok visioner interpreneirship birokrat enterpreneur yang memilliki pengalaman bidang pemerintahan yang mumpuni dan teruji” kata Ketua Pusat Pengkajian Politik dan Otonomi Daerah FISIP Universitas Tadulako kepada Koran Trilogi.
Demikian juga dikatakan Dr Misran Lawani bila terjadi kolaborasi politisi Nasdem Ahmad Ali, dan birokrat intepreneur Dr. Hasanuddin Atjo, merupakan kolaborasi yang sangat ideal untuk berkontestasi pada Pilkada 2020. Pasangan ini diprediksi akan mendapat dukungan yang signifikan dari masyarakat Sulteng.
Dengan latar belakang karier yang berbeda kata, Misran Lawani, dari keduanya akan menjanjikan perubahan besar dalam menata pembangunan di Sulteng ke depan.
“Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan, sehingga jika dikombinasikan akan saling melengkapi dan mengisi satu sama lain” jelas Misran.
Menurutnya, banyak daerah kombinasi politisi dan birokrat seperti ini , banyak yang berhasil memimpin daerahnya. Dibanding dengan kolaborasi dengan pasangan latar belakang sama, misalnya politisi dengan politisi, akan mudah terjadi konflik dan akhirnya bercerai. Biasanya di awal pemerintah berjalan dengan mesra, tapi seiring waktu, atau dipertengahan pemerintahan, sering terjadi konflik kepentingan.
“Karena keduanya mempunyai kepentingan politik masing-masing. Apalagi beda partai” jelasnya.
Kolaborasi Politisi dan Birokrat, masih Misran Lawani, akan menghasilkan kepemimpinan yang ideal dan kokoh, sehingga diyakini akan ada keseimbangan dalam menjalankan roda pemerintahan nantinya.
Misran menilai kelebihan dari seorang politisi, selain punya basis massa, dinilai punya kemampuan lobby, membangun strategi dan jaringan, mempunyai kekuatan mengambil kebijakan secara politis, serta punya hubungan secara parsial dengan DPRD. Sementara birokrat, punya hubungan hirarki dengan struktur aparatur, mengerti seluk beluk pemerintahan, mempunyai kemampuan operasional pemerintahan, serta bermanfaat pada saat proses pemerintahan sedang berjalan.
“Kombinasi Ahmad Ali dan Hasanuddin Atjo, telah mempunyai modal kuat untuk berkontestasi dalam Pilkada. Selain latar belakang karier yang berbeda, keduanya telah memiliki modal utama, yaitu modal sosial, modal budaya, modal politik, modal ekonomi, dan modal intelektual” bebernya.
Menurut dia pasangan calon kepala daerah memiliki peluang besar terpilih manakala memiliki akumulasi lebih dari satu modal, semakin besar pasangan calon yang mampu mengakumulasi empat modal itu, maka semakin berpeluang terpilih sebagai kepala daerah.
Istimasi akademisi asal Poso ini peluang terpilihnya pasangan kandidat merupakan bagian dari proses yang kompleks, maka tidak bisa dikatakan sebagai hasil hanya dari salah satu faktor saja atau modalitas tertentu.
Modal politisi Ahmad Ali, tidak dapat disangsikan lagi. Posisi di struktur Partai Nasdem, sebagai Bendahara Umum, adalah satu ukuran. Perolehan suara pada Pileg memperebutkan kursi DPR RI, meraih suara terbanyak dibanding pesaingnya, yaitu sebesar 152.270 atau sekitar 8.01 persen dari total wajib pilih kurang lebih 1.900,000 jiwa. Sementara rivalnya hanya dikisaran 2-5 persen saja.
Sementara Dr. Hasanuddin Atjo, sebagai mantan Kadis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulteng, yang saat ini sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sulawesi Tengah, adalah seorang birokrat sukses yang dikenal dengan gagasan-gagasan yang cerdas, orisinil dan transformatif.
Misran menambahkan disamping keunggulan di atas, kombinasi keduanya merupakan representasi dari Timur Sulteng dan dari lembah Palu. Hal ini dapat meningkatkan perolehan suara di Pilgub langsung nantinya.
“Dr Hasanuddin Atjo beliau bersaudara adalah kelahiran Palu dan sudah mengabdi untuk Sulawesi Tengah kurang lebih 12 tahun terakhir ini masa kecil dan mengecap pendidikan dari SD hingga SLTA di kota Palu dan beristri asal kota Palu. Ayahnya pernah menjadi pejabat di tanah Kaili dan tanah Sintuwu Maroso, Poso. Sesungguhnya, beliau asli Sulbar (Mandar), sehingga dapat mewakili etnis Mandar, Bugis, Makassar dan Kaili. Diperkirakan suku etnis Bugis, Makassar dan Mandar di Palu kurang lebih 35 persen dan se Sulteng sekitar 45 persen” tegas Misran.