Sholat Idul Adha sebagai salah satunya ibadah yang disunnahkan untuk dikerjakan pada 10 hari awal Bulan Dzulhijjah. Sholat Idul Adha dikerjakan pada 10 Dzulhijjah.
Selainnya Sholat Idul Adha, sholat sunnah berjemaah yang lain yang sudah dilakukan cuma satu tahun sekali yaitu Sholat Idul Fitri. Kedua sholat sunnah itu punyai banyak kesamaan dalam tehnis pelaksanaannya, tetapi dibalik kesamaannya, ada pula perbedannya.
Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat MA dalam rubrik diskusi fiqih menerangkan, persamaan sholat Idul Adha dan Idul Fitri yang sama itu ada di masahal hukum, tahun pensyariatan, jumlah rakaat, tidak ada adzan dan iqamah, dan tidak ada shalat sunnah sebelum dan setelah.
Disamping itu, disunnahkan ada khutbah sehabis shalat, didatangi oleh semua kelompok, ditangani oleh Nabi di luar kota Madinah, dikejakan di saat dhuha, dan yang lain.
Berikut kesamaan Sholat Idul Adha dan Idul Fitri
1. Hukum
Sama hukumnya sunnah muakkadah menurut pendapat jumhur ulama, walau juga mazhab Al-Hanafiyah mewajibkannya dan mazhab Al-Hanabilah mengatakan fardhu kifayah.
2. Tahun Pensyariatan
Sama disyariatkan pada tahun yang serupa, yakni tahun kedua hijriyah.
3. Jumlah Rakaat
Sama dua rakaat, di mana rakaat pertama disunnahkan saat sebelum membaca surat Al-Fatiyah untuk membaca takbir 7 kali di luar takbiratul ihram, dan pada rakaat kedua takbir 5 kali di luar takbir intiqal.
وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ التَّكْبِيرُ فِي الْفِطْرِ سَبْعٌ فِي الأولَى وَخَمْسٌ فِي الأخْرَى وَالْقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا
Dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dan dari kakeknya radhiyallahu ‘anhum berkata jika Rasulullah SAW bersabda,”Takbir di shalat Iedul Fithri tujuh kali di rakaat pertama dan lima kali di rakaat yang kedua. Dan membaca ayat Al-Quran sesudah takbir pada keduanya” (HR. Abu Daud).
4. Tidak Didahului Adzan dan Iqamat
Sama tidak didului dengan adzan atau iqamah. Cuma diserukan lafadz : Ashshalatu jamiah.
5. Tidak Disyariatkan Shalat Sunnah Sebelum serta Setelah
Sama tidak didahului atau ditutup dengan shalat sunnah qabliyah atau ba'diyah.
6. Disunnahkan Ada Khutbah Sesudahnya
Sama dilanjutkan dengan khutbah, tetapi posisinya bukan persyaratan sah, tapi sunnah. Seandainya sehabis shalat tidak ada khutbah, shalat itu masih tetap sah disebelah Allah.
Dan keduanya berbeda dengan khutbah Jumat, yang disebut rukun dari penerapan shalat Jumat. Tanpa adanya khutbah, karena itu semua jemaah tidak sah shalatnya.
7. Dianjurkan Untuk Dihadiri Oleh Semua Kalangan
Sama dihadiri oleh semua warga, baik lelaki maupun wanita, baik dewasa atau anak-anak, baik orang merdeka atau budak. Bahkan juga beberapa wanita yang haidh sekalipun masih tetap dianjurkan hadir.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ : أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيدَيْنِ : يَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ الْمُصَلَّى
Dari Ummu ‘Athiyyah Ra dia berbicara: “Rasulullah SAW memerintah ke kami untuk mengeluarkan hamba sahaya dan wanita haidh di hari Iedul Fithri dan Iedul Adha, supaya mreka bisa melihat kebaikan dan undangan muslimin. Dan wanita yang haidh menjauhi dari tempat shalat. (HR. Bukhari dan Muslim)
8. Dikerjakan Nabi SAW di Luar Kota Madinah
Sama ditangani oleh Rasulullah SAW dan rakyat Madinah di luar kota Madinah, yakni di padang pasir. Namun tetap dibolehkan jika dilaksanakan dalam masjid, karena warga Mekkah masih tetap melakukan dalam masjid.
9. Dikerjakan di Waktu Dhuha
Sama dikerjakan di saat dhuha dan tidak dilakukan jika sudah lewat Dzhuhur. Jika terlewat dan ingin diqadha', waktunya keesokan harinya di saat dhuha'.
Dari Abu Umair bin Anas bin Malik dia berbicara: “Paman-pamanku dari kelompok Anshor yang terhitung teman dekat Rasulullah SAW pernah bercerita padaku: Mereka berbicara,”Hilal bulan Syawal pernah ditutupi hingga kami tidak dapat melihatnya, selanjutnya besoknya kami melakukan shaum, selanjutnya menjelang sore tiba satu kelompok kafilah dan bersaksi di depan Nabi SAW jika mereka menyaksikan hilal kemarin. Karena itu Rasulullah SAW memerintah mereka untuk buka dan pergi untuk melaksankan shalat Ied keesokannya” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
B. Ketidaksamaan Sholat Idul Fitri dan Sholat Idul Adha
Adapun ketidaksamaan di antara ke-2 shalat itu ialah dalam permasalahan waktu penyelenggaraan dan sunnah-sunnah saat sebelum shalat.
1. Sholat Idul Adha Dikerjakan Lebih Awalnya
Shalat Idul Adha disarankan untuk dilaksanakan lebih cepat ataupun lebih pagi dibanding shalat Idul Fithri. Dasarnya ialah hadits Nabi SAW :
أنَّ رَسُول اللَّهِ كَتَبَ إِلَى بَعْضِ الصَّحَابَةِ : أَنْ يُقَدِّمَ صَلاَةَ الأْضْحَى وَيُؤَخِّرَ صَلاَةَ الْفِطْرِ
Jika Rasulullah SAW memerintahkan ke beberapa shahabatnya untuk memajukan waktu shalat Adha dan mengakhirkan waktu shalat fithr. (HR. Asy-Syafi'i).
2. Disunnahkan Berpuasa Saat sebelum Shalat Idul Adha
Sebelum shalat Idul Adha disarankan untuk ‘berpuasa' lebih dulu, semenjak shubuh sampai usai shalat. Baru kemudian disunnahkan makan, yakni makan daging sembelihan.
Dan shalat Idul Fithri dianjurkan untuk makan lebih dulu sebelum shalat. Habis makan baru shalat.