Ribuan warga dan pengungsi di Kelurahan Balaroa, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, tumpah ruah dalam melaksanakan doa bersama bagi korban dalam rangka memperingati setahun pascabencana gempa bumi, likuefaksi, dan tsunami yang terjadi September lalu.
Beberapa meter dari area likuefaksi Kelurahan Balaroa yang terjadi 28 September 2018 lalu, diperkirakan 4000 umat itu tampak khusuk mengikuti acara doa, tahlil dan selawat.
Sebelum kegiatan doa dan dzikir dimulai, tampak ribuan umat dan para pengungsi di kelurahan Balaroa mendatangi lokasi likuefaksi untuk berziarah.
Bersama Tak sedikit di antara mereka yang menitikkan air mata acara yang dipimpin oleh Ketua Majelis Zikir Nurul Khairat Habib Sholeh Alaydrus atau Habib rotan.
Acara ini juga dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola, Sekretaris Kota Palu, Asri, dan asisten I Pemkot Palu dan pejabat lainya.
Dalam ceramahnya, Habib Sholeh mengingatkan kepada umat tentang bencana tak lepas dari tantangan manusia.
“Jemaah sekalian, bencana tidak ada yang bisa diketahui kapan saja terjadi. Tapi Rasulullah SAW telah memberikan sinyal. Jika kita melakukan yang berhasil-memulihkan yang mendatangkan murkanya Allah, maka bencana itu akan datang menimpa kita yang sudah ada,” katanya.
Pimpinan Majelis Zikir Nurul Khairat Itu menghimbau kepada para orang tua dan pemerintah berusaha maksimal mendidik anak-anak di Palu agar menjadi generasi muda yang berperilaku terpuji.
Sementara itu Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola pada kesempatan itu mengatakan bahwa pemerintah terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) untuk warga yang terdampak gempa, tsunami, atau likuifaksi.
“Pemerintah ada di tengah-tengah bapak ibu. Keliru Anda jika mengira kami tidak ada,” ungkap Longky ditengah-tengah umat yang mengikuti acara tersebut.
Ketua DPW Gerindra Provinsi Sulawesi Tengah itu menambahkan, saat ini pemerintah di tingkat pusat harus menerima tuntutan, meminta dan meminta warga, dan sedang memenuhinya.
“Kami akan memperhatikan keputusan, harapan dan harapan saudara-saudara yang terdampak bencana. Mari kita berteman dengan bencana, dengan mempersiapkan diri agar lebih waspada,” katanya.
Kegiatan pembacaan doa tahlil peringatan setahun bencana khususnya mengenang para korban likuefaksi Balaroa, banyak di antara mereka menangis karena mengenang para korban gempa berkekuatan 7,4 skala richter dan likuefaksi yang meluluh lantakkan perkampungan perumnas Balaroa 28 September tahun lalu.
Sekitar 4.300 orang dinyatakan meninggal atau hilang dan hampir 60.000 orang masih hidup dalam tempat-tempat penampungan sementara setelah rumah mereka hancur, menurut Palang Merah.
Guncangan yang sangat hebat menyebabkan banyak permukiman rata dengan tanah.
Bencana itu juga menghancurkan kapal-kapal nelayan, toko-toko, dan sistem irigasi, sehingga banyak orang kehilangan mata pencaharian.