Buruh kawasan industri nikel PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Rabu, 5 Agustus 2020, berunjukrasa. Aksi ini terkait dirumahkannya kurang lebih 2.000 orang buruh atau dalam status karantina akibat pandemo Covid-19 dan belum mendapatkan kejelasan kapan akan bekerja kembali.
Tuntutan buruh dalam aksi itu ada sembilan poin yaitu pekerjakan kembali buruh yang dirumahkan; berikan hak cuti buruh; stop segala bentuk diskriminasi antara TKA dan tenaga kerja lokal; tolak peraturan perusahaan yang akan merugikan buruh.
Selanjutnya buruh juga menuntut dihentikannya mutasi sepihak, apuskan aturan-aturan siluman, ilangkan tiga shift tiga regu, perbanyak pintu jalur keluar-masuk karyawan untuk meminimalisir kemacetan dan kecelakaan, dan tingkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan penyesuaikan tanggal SKS.
Afdal dari Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM) dalam pernyataan sikapnya ke media ini menjelaskan, sesuai hasil kesepakatan dalam pertemuan yang dilaksanakan di Ruang Pola Kantor Bupati Morowali pada tanggal 30 Juni 2020 menghasilkan beberapa kesepakatan yaitu pertama, setiap tenaga kerja yang akan masuk kerja setelah cuti dan berasal dari luar daerah Morowali untuk menunjukkan hasil tes SWAB/PCR negatif kepada tim gugus tugas covid-19 kecamatan dan tim gugus tugas penanganan covid-19 di kawasan perusahaan pengguna tenaga kerja.
Kedua untuk tenaga kerja yang lebih dari 14 hari berada di kabupaten Morowali wajib menunjukkan surat keterangan berbadan sehat dari fasilitas kesehatan pemerintah terdekat kepada Tim Gugus tugas covid-19 kecamatan dan tim gugus tugas penanganan covid-19 di kawasan perusahaan pengguna tenaga kerja.
Ketiga, perusahaan wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat untuk karyawannya yang akan masuk bekerja pasca cuti dan memanggil tenaga kerjanya yang telah dirumahkan secara bertahap sesuai SOP yang berlaku di perusahaan.
Keempat, bagi tenaga kerja yang kembali pasca cuti adalah hanya tenaga kerja yang terdaftar dalam perusahaan yang beroperasi di kabupaten Morowali.
Kelima, memprioritaskan tenaga kerja yang sudah berada di daerah Morowali yang sudah lama kembali dari cutinya untuk masuk kerja. Keenam, hasil kesepakatan hari ini akan ditindaklanjuti dengan surat edaran bupati.
Sebelum pertemuan tersebut, kata Afdal, pada tanggal 7 Juli 2020, pihak PT IMIP menindaklanjuti hasil pertemuan diatas dengan mengadakan sosialisasi alur keluar masuk kawasan bagi karyawan yang dirumahkan. Beberapa point dalam sosialisasi tersebut adalah pertama, proses pemanggilan karyawan yang dirumahkan akan dilakukan secara bertahap.
Kedua, pemanggilan karyawan akan dilakukan secara berurutan, dimulai dari yang sudah lama dirumahkan.
Ketiga, akan dilakukan pemanggilan sebanyak 120 orang perhari, dan akan dipanggil kembali 2 hari kedepannya sebanyak 120 orang lagi. Artinya bahwa, setiap 2 hari akan di lakukan pemanggilan karyawan sebanyak 120 orang.
Keempat, proses alur yang akan dilalui untuk bisa masuk bekerja akan dijelaskan lebih lanjut. Terakhir, proses keluar karyawan (cuti) akan dilakukan setelah semua karyawan yang dirumahkan sudah mulai masuk bekerja.
Pada tanggal 3 Juli 2020 Bupati Morowali telah mengeluarkan Surat No 560/0713/TND/VII/2020 Perihal Pemanggilan Kembali Tenaga Kerja Pasca Cuti dan Dirumahkan. Berdasakan Surat tersebut disampaikan bahwa, pertama, pemanggilan kembali tenaga kerjayang akan masuk bekerja pasca cuti dan yang dirumahkan dengan berpedoman pada protokol penanganan Covid-19. Kedua, hak cuti dapat diberikan oleh pengusaha kepada tenaga kerjanya dengan tetap berpedoman pada protokol kesehatan penanganan Covid 19.
Berdasarkan uraian situasi diatas, lanjut Afdal harusnya saat ini sudah ada pemanggilan terhadap buruh yang dirumahkan. Kalau mengacu pada sosialisasi alur keluar masuk kawasan IMIP, 120 orang/hari dikali 17 hari sama dengan 2.040 orang dalam 34 Hari karena pemanggilan tiap dua hari sekali, artinya dari tanggal 10 Juli 2020 sampai tanggal 13 Agustus 2020 atau dengan jangka waktu 34 hari tenaga kerja yang dirumahkan sudah selesai dilakukan pemanggilan dan setidaknya sudah saat ini sekitar 200 orang lebih yang sudah kembali bekerja karena telah selesai melakukan karantina mandiri selama 14 hari.
“Akan tetapi, pihak PT IMIP sepertinya mengindahkan keputusan bersama, bahkan keputusannya sendiri karna sampai saat ini belum ada yang kembali bekerja. Jangankan kembali bekerja, pemanggilan saja masih bulum ada kejelasan. Disatu sisi tenaga kerja asing saat ini sudah bebas keluar masuk kawasan IMIP. Harusnya ada perlakukan yang sama terhadap tenaga kerja Indonesia dan tenaga kerja asing dalam pengaturan keluar masuk kawasan,” kata Afdal.
Setidaknya dalam kebijakan saat ini, terdapat diskriminasi terhadap tenaga kerja Indonesia. Keterlambatan pemanggilan tersebut juga menjadi hambatan dalam penjadwalan buruh yang akan cuti selanjutnya yang merupakan hak bagi karyawan.
Ditengah adanya pandemi Covid 19, pihak PT IMIP Group juga mengeluarkan Peraturan Perusahaan yang perlu ditinjau kembali karena merugikan buruh.
Selain SPIM, dua organisasi buruh yang ikut dalam aksi itu adalah DPC FIKEP (Konfederasi) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Kabupaten Morowali dan DPC Federasi Serikat Pekerja Nasional Indonesia (FSPNI) Kabupaten Morowali
Beberapa point dalam peraturan tersebut yang perlu ditinjau kembali seperti Pasal 15 Waktu kerja, didalam pasal tersebut system kerja shift tidak diuraikan secara rinci seperti apa mekanismenya, karena dalam pada kondisi saat ini ada beberapa departemen menerapkan sistem kerja 3 shift 3 regu yang secara umum berdampak pada kesahatan karyawan, potensi kecelakaan lebih besar karena kurang istirahat, potensi gagal produksi lebih besar, dsb. Jadi secara tidak langsung peraturan tersebut mengamini system kerja rodi yang dipraktekkan beberapa departemen dan perusahaan dikawasan IMIP.
Memang benar bahwa waktu kerja seperti itu, bisa menambah penghasilan buruh lewat banyaknya lemburan, tetapi hal itu tidak sebanding dengan dampak kesehatan yang akan dirasakan para buruh. Selain itu, waktu kita setiap hari akan habis digunakan untuk bekerja dan bekerja, alhasil, para buruh tidak sempat lagi untuk berkumpul bersama keluarga, mengembangkan dirinya, dsb.
Selain departemen yang telah mempraktekkan sistem waktu kerja seperti itu, beberapa departemen lainnya juga akan menerapkan hal itu yang berdampak pada pemindahan tempat kerja buruh (mutasi) kebeberapa tempat yg disediakan oleh pihak perusahaan tanpa meminta tanggapan dari buruh apakah bersedia ditempat ditempat kerja yang baru itu. Terkadang tempat itu bukan merupakan bidang keahliannya.
Peraturan perusahaan yang paling merugikan buruh kawasan IMIP yaitu Pasal 41. Denda dan ganti rugi terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran. Sebut saja denda mendapat Surat Teguran Sebesar Rp70.000, SP 1 dikenakan denda Rp150.000, SP 2 Rp350.000 dan SP 3 Rp500.000. Selain itu denda juga diberikan kepada buruh yang terlambat, Pihak perusahaan tidak mau tau alasan kenapa terlambat.
Hal sebelum mencantumkan aturan mengenai denda tersebut, pihak perusahaan perlu mengevaluasi pemenuhan fasilitas kesejahteran buruh seperti transportasi masuk dan pulang kerja, kalau masih minim armada, antrian masih panjang, sarana transportasinya tidak massal, akses transportasi umum seperti bis dibatasi sehingga beberapa departemen tidak mendapat akses tranportasi dalam kawasan, jangan mimpi untuk tidak akan ada buruh yang terlambat.
Jadi secara tidak langsung aturan itu dibuat untuk menambah beban penderitaan kaum buruh di Kawasan PT IMIP. Selain itu sistem ganti rugi yang harus ditanggung buruh ketika terjadi kerusakan pada unit kenderaan milik perusahaan.
Seperti unit kendaraan ringan dan truk enam roda ganti rugi sebesar 50% dari total nilai kerugian, unit DT, mobile trailer, loader, escavator sebesar 40% dari nilai kerugian, crane dan mobil crane sebesar 30% dari kerugian dan ganti rugi untuk kerugian non alat/unit kendaraan adalah 50% dari kerugian.
Harusnya dengan adanya peraturan perusahaan itu, harus sejalan dengan Kenaikan Upah, artinya struktur komponen skala upah perlu dibahas kembali, karena hal itu sudah tidak relevan lagi dengan kondisi produksi saat ini yang begitu masif dan sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUK Nomor 13 Tahun 2003.
Begitu banyak potongan upah yang harus dibayar saat pemberlakuan peraturan perusahaan tetapi mau dipotong dimana lagi ketika upah atau insentif yang kita dapatkan telah habis dipotong akibat aturan perusahaan yang lain. Karena disamping peraturan perusahaan yang akan diterbitkan nantinya, dikawasan IMIP muncul peraturan-peraturan tambahan yang tidak jelas dari mana dasarnya. Sebut saja peraturan potongan point dll bahkan ada peraturan yang dibuat-buat tanpa dimuat dalam kertas yang ditanda tangani oleh atasan atau pihak yang berwenang, hanya penyampaian di medsos atau lewat Juru bicara.
Sehingga menyebabkan terbitnya sanksi yang tdk jelas dari mana dasarnya dan jenis sanksinya bahkan tanpa investigasi terlebih dahulu sebelum diputuskan bersalah. Penilaian yang dilakukan hanya berdasarkan suka atau tidak suka.
Koordinator Hubungan Media PT IMIP Dedy Kurniawan yang dihubungi memyampaikan tanggapan PT IMIP terkait unjuk rasa karyawan pada hari ini 5 Agustus 2020.
Kata Dedy, secara garis besar manajemen PT IMIP tidak pernah menutup ruang dialog terhadap teman-teman pengurus serikat.
Beberapa kali mengundang mereka berdialog baik secara formal maupun informal.
“Terakhir kami mengajak mereka untuk berdialog pada tanggal 2 dan 3 Agustus 2020. Namun dari enam serikat pekerja di kawasan PT IMIP, hanya tiga yang hadir,” kata Dedy.
Selanjutnya, kata Dedy. dari dialog pada tanggal 3 Agustus 2020 itu dihasilkan sejumlah kesepakatan yang copiannya mungkin sudah tersebar di teman-teman media.
“Salah satu penting dalam kesepakatan berita acara itu adalah masalah pemanggilan kerja kembali karyawan yang dirumahkan dan pemberian hak cuti bagi karyawan yang sempat tertunda. Kedua hal tersebut penting dan menjadi prioritas kami karena merupakan bagian dari upaya pencegahan penyebaran Covid-19,” katanya.
Bagi karyawan yang dirumahkan, manajemen sudah melakukan pemanggilan karyawan secara bertahap sejak tanggal 21 Juli 2020. Seluruh karyawan yang mendapat panggilan itu wajib menjalani proses karantina selama 14 hari di tempat yang sudah disiapkan oleh perusahaan termasuk akomodasi berupa makan. Kebijakan itu diambil untuk betul-betul memastikan bahwa seluruh karyawan yang sempat dirumahkan bebas dari paparan Covid-19.
“Pemanggilan kembali tahap kedua dan ketiga terhadap karyawan yang dirumahkan sekarang sementara dilakukan pihak HRD,” kata Dedy.
Dalam proses pemanggilan itu ada beberapa kendala teknis, antara lain, karyawan bersangkutan tak bisa dihubungi karena sudah ganti nomor telpon atau masih berada di kampung halamannya,” kata Dedy.
Sementara hak cuti karyawan yang sempat tertunda, sesuai kesepakatan tanggal 3 Agustus 2020 bersama serikat pekerja, dalam waktu dekat sudah bisa digunakan dengan catatan kekurangan man power atau tenaga kerja di sejumlah departemen sudah ditutupi oleh karyawan-karyawan yang sudah selesai mengikuti proses karantina.
Soal potongan, kata Dedy diberikan jika karyawan melakukan kesalahan misalnya mangkir atau tidak hadir bekerja tanpa pemberitahuan. Sementara denda itu diberikan jika misalnya karyawan bersangkutan melakukan kesalahan akibat kelalaian yang mengakibatkan rusaknya aset perusahaan.
“Kedua hal itu masuk dalam Peraturan Perusahaan yang draftnya saat ini masih sementara menunggu persetujuan dari pemerintah kabupaten. Sebelum draft itu diajukan ke pemerintah, juga sudah lebih dahulu disosialisasikan kepada karyawan yang diwakili seluruh serikat pekerja,” paparnya.