TATA KELOLA ALA KADARNYA…
Banjir dan musim hujan tak terpisahkan, bagaikan hutan kebakaran dan kemarau. Peristiwa banjir di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, yang telah menelan dua korban tewas, dan ratusan rumah warga terendam serta merusak fasilitas umum berupa jalan dan jembatan, merupakan indikasi kuat, bukti buruknya pemerintah gagal tata kelolah pertambangan.
Musim hujan yang dulu menyenangkan, kini menjadi menakutkan. Hujan seperti sudah dibuhul mati dengan banjir, seperti kebakaran hutan melekat pada pada musim kemarau. Belum berapa lama hujan datang, banjir sudah mampir kemana-mana. Jika bukan banjir, maka “saudaranya” yang singgah: yaitu tanah longsor.
Hampir sebagian desa di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali tergenang akibat meluapnya beberapa aliran sungai disana. Di Kecamatan Bahodopi, banjir memerintahkan ribuan warga untuk mengungsi.
Pengamat Ekonom Universitas Tadulako, Dr M Ahlis Djirimu Ph.D mengatakan banjir yang terjadi di Kabupaten Morowali beberapa waktu lalu punya kaitan erat dengan buruknya Tata Kelola Pertambangan di daerah itu.
Menurut dia, studi yang dilakukan pihak LSM Jaringan Tambang (JATAM) Provinsi Sulawesi Tengah, diduga bahwa hal ini berakar pada dua hal: pertama kebutuhan biaya politik mahal yang ditunjukkan oleh “obral” Izin Usaha Pertambangan (IUP) mncapai 189 IUP bagi pembiayaan kontestasi pilkada.
“Akibatnya, bisa terlihat dalam 1 lahan garap, ada terjadi tumpang tindih IUP, luas semua IUP lebih luas dari luas wilayah Kabupaten Morowali” kata Dosen Ekonomi Untad Palu itu kepada Koran Trilogi pada Jumat kemarin.
Rezim Otda (Otonomi Daerah), tambah Ahlis Djirimu, melalui UU No. 23 thn 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menarik kewenangn Pertambangan ke Provinsi. Konsekuensinya span of control dan span of management menjadi panjang bagi pengawasan. “Pemerintah Kabupaten Morowali periode 2019-2023 dan masyarakat yang terkena getahnya” kata Ahlis Dijirimu.
Sementara itu Kordinator kampanye dan Advokasi Jatam Sulteng Moh.Taufik mengatakan bagi pihaknya banjir menerjang wilayah Bahodopi Morowali ini diduga kuat terjadi adanya pengrusakan wilayah hulu oleh aktivitas pertambangan yang mengakibatkan bencana banjir.
“Dari analisis yang kami lakukan Via Argis dan beberapa citra satelit kemi menemukan aktivitas tambang tersebut berada dihulu atau punggungan. Sehingga kami mengusulkan ke pemda untuk kaji ulang daya dukung dan daya tampung lingkungan disana” kata M Taufik kepada Koran Trilogi.
Dikonfirmasi secara terpisah, Hubungan Masyarakat (HUMAS) PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Deni Thomas, di Bahodopi mengatakan sampai saat ini pihaknya tidak mau berasumsi apapun mengenai bencana yang terjadi di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali. Yang pasti selama ini pihaknya memantau curah hujan tahun ini dan memang curah hujan sangat tinggi dan itensitas hujan juga sangat panjang.
“Saya contohkan saja ada staff saya pulang ke Baturube yang lokasinya tidak ada tambang tapi banjir terjadi lebih awal. Saat ini yang penting bagaimana saya dan team perusahaan membantu masyarakat untuk bisa sama-sama memikirkan kedepan baik perbaikan sarana drainase dan lain lain agar hal seperti ini tidak terjadi lagi bila terjadi musim hujan besar seperti sekarang,” kata Deni ketika dikonfirmasi Koran Trilogi.
Saat pihak perusahan, kata Deni, tidak bisa memberi penilaian karena itu, seharusnya pihak Dinas ESDM yang menilai atas segala kegiatan pertambangan. Karena itu kata dia, pihaknya menghimbau kepada semua pihak untuk sama sama berfikir guna mencari solusi agar dikemudian hari bila siklus hujan yang sangat besar tidak merugikan. “Untuk wilayah Kecamatan Bahodopi saat hujan berhenti,rumah masyarakat di wilayah bantaran sungai sudah tidak terjadi banjir,” katanya.
Dari catatan yang diperoleh Koran Trilogi, pasca banjir bandang yang menerjang beberapa desa di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, sebahagian besar masyarakat, sampai saat ini masih mengalami keterisolasian total terutam jalur transportasi ke Palu dan juga ke wilayah Sulawesi Tenggara.
Begitu juga transpotasi jalan Bahodopi ke wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, hingga kini masih putus akibat kondisi air masih meluap ke badan jalan. Wilayah Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali terdapat industry pertambangan nikel milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
IMIP salah satu perusahan investasi industri nikel terbesar di Indonesia dengan nilai investasi mencapai Rp 79,9 Triliun dengan kontribusi pajak tahun 2018 mencapai Rp 4 Triliun dan sumbangan export (devisa) bagi Negara mencapai Rp 84,8 Triliun dengan jumlah tenaga kerja sekitar 35.000 orang.
Penulis : Elkana Lengkong, Wahyudi / Koran Trilogi
Editor : Wahyudi