“Kami mohon ini diperiksa, ko belum lama dibangun sudah ambruk begini. Ternyata bangunanya hanya dkerjakan asal asalan saja, sepanjang ini semua cara kerjanya begitu hanya ditempel tempel begitu saja batunya. Kami minta pemerintah perhatikan ini” jelasnya.
Proyek selesai digarap, lantas uang negara terlanjur tergerus, akan tetapi pasangan batu mortar bangunan saluran air milik pemerintah itu sudah rusak duluan. Kerusakan akibat gagal menahan beban berat adalah salah satu contoh bahwa suatu proyek bisa disebut ‘gagal bangun'.
Ada sejumlah musabab atas gagal bangunan yang dikerjakan oleh kontraktor PT Panca Jaya Anugerah, salah satu peluang penyebabnya ditenggarai akibat dikerjakan secara terburu-buru dan indikasi permainan bestek.
Menanggapi temuan kondisi proyek dilapangan, Hikma yang memangku jabatan sebagai PPK 2.4 Satker PJN wilayah II justru memilih irit komentar ketika dimintai konfirmasi, padahal dalam urusan di proyek ini dialah orang yang bertanggung jawab dalam urusan teknis.
Sampai berita ini diterbitkan, PPK 2.4 dibawah kendali Satker PJN wilayah II ini masih menutup diri untuk tidak mau dikonfirmasi soal adanya indikasi gagal bangun yang terjadi pada paket proyek Preservasi jalan Tompe – Pantoloan – Kebonsari.
“Makasih infonya pak, segera diperbaiki oleh penyedia jasa” tulis Hikma melalui pesan Whatsap secara singkat.
Hasil pantauan dilokasi bekas proyek PT Panca Jaya Anugerah, tampak jelas terlihat susunan pasangan batu mortar memang sengaja dikadali untuk meraup untung berlipat.
Terlihat jelas, bekas kontruksi saluran ambrol itu banyak menyimpan cacat. Susunan pasangan batu tidak memiliki kesamaan ketebalan 20 centimeter yang diamanatkan, alias tebal bagian atas kemudian tipis bagian bawah untuk menyamarkan hasil pemeriksaan.
Itulah akibatnya, kontruksi pasangan batu mortar saluran air sepanjang 30 meter ambrol, dan tidak mampu menopang beban bangunan bagian atas.
Dalam proses pelaksanaan proyek itu berjalan di duga telah terjadi pelanggaran dan sudah dapat dipastikan uji labolatorium material, terdapat ketidak susaian pembangunan dengan realisasi lapangan.