Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Tengah, Hasanuddin Atjo, menilai adanya rencana pemindahan ibukota Negara ke Provinsi Kalimantan Timur merupakan langkah yang tepat. Tidak hanya itu, kebijakan yang dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini pun, dinilai sangat menguntungkan bagi Provinsi Sulawesi Tengah yang berbatasan langsung dengan Kaltim.
Saat menjadi pembicara pada diskusi publik di Palu, Selasa 2 Agustus 2019, dengan tema 2024 ibukota RI pindah ke Pulau Kalimantan, Sulteng bisa apa ?, bekas kadis Dinas Kelautan dan Perikikanan (DKP) Provinsi Sulteng ini, membeberkan sejumlah alasan mendukung rencana pemindahan ibukota negara itu ke Kalimantan.
Hasanuddin Atjo menilai, Pemindahan ibukota negara juga merupakan solusi cerdas yang diberikan oleh Presiden Jokowi untuk memecah masalah disparitas antar wilayah, ketika Kaltim menjadi ibukota negara, provinsi Sulteng ini kelak akan mengambil peran sebagai penghubung dari ibukota negara. Fungsinya, sebagai jembatan bagi kawasan timur Indonesia sekaligus pemasok dan pemenuhan kebutuhan bahan makanan pokok, energi pracetak, industry metal, industry minyak, dan system logistic.
Terbangunnya pusat-pusat pertumbuhan baru sebagai dampak adanya pemindahan ibukota akan menyebabkan munculnya sebagian wilayah di sekitar wilayah Ibukota baru menjadi magnet atau kutub baru dalam perkembangan negeri ini.
Dari itu, pemindahan ibukota ke Pulau Kalimantan merupakan sebuah langkah strategis yang dapat dilakukan untuk memperbaiki tatanan ekonomi Indonesia, khususnya untuk mengurangi kesenjangan nasional yang terjadi selama ini.
Tak sampai di situ, Hasanuddin Atjo, berpendapat bahwa pemindahan “Ibu Kota Negara dan Pusat Pemerintahan” ke Kalimantan akan memberi manfaat ganda bagi Provinsi Sulawesi Tengah. Pasalnya Sulawesi Tengah, khususnya wilayah bagian baratnya telah ditakdirkan berhadapan langsung dengan calon ibu kota Negara.
Berdasarkan rilies yang diterima Koran Trilogi manfaat yang lebih strategis lagi bahwa Sulawesi Tengah dapat menjadi Jembatan Penghubung antara ibu kota Negara yang baru dengan wilayah Timur Indonesia dan dapat menjadi penghubung antara ALKI II dan III (Alur Laut Kepulauan Indonesia).
Jembatan penghubung yang dimaksud adalah membangun jalan “TOL Tambu-Kasimbar” yang panjangnya diperkirkan sekitar 28 kilometer yang nantinya akan dilalui oleh sejumlah alat transportasi darat yang dimuat oleh kapal fery dari ibukota Negara atau wilayah lain, selanjutnya tiba di Kasimbar. Alat transportasi darat tersebut akan diangkut lagi oleh kapal fery ke Indonesia bagian Timur dan wilayah sekitarnya. Demikian sebaliknya.
Bila rencana ini dapat direalisasikan, maka jarak “Ibu kota Negara” ke Kawasan Timur Indonesia, termasuk wilayah Sulawesi Tengah bagian timur dan jarak dari ALKI II dan III melalui transportasi laut dapat diperpendek. Daripada harus berputar ke Utara melawati Manado atau ke Selatan melewati Makassar untuk menuju ke Kawasan Timur Indonesia, yaitu Maluku, Maluku Utara dan Papua.
Sulawesi Tengah merupakan Provinsi memiliki kepulauan salah satu bagian Provinsi yang berada di kawasan timur Indonesia yang terdiri atas 12 Kabupaten dan 1 Kota. Dengan luas wilayah daratan mencapai 61.841 kilometer persegi, wilayah perairan 77.295 km persegi, panjang garis pantai 6.652 km, dan jumlah pulau 1.604 buah dengan jumlah penduduk sekitar 3,3 juta jiwa.
Secara geografis, Sulawesi Tengah terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian barat terdiri dari Sigi, Palu, Donggala, Tolitoli, Buol, dan Parigi Moutong, sedangkan bagian timur terdiri dari Poso, Tojo unauna, Luwuk, Banggai Laut, Banggai Kepulauan, Morowali dan Morowali Utara. Wilayah pesisir bagian barat, kecuali Parigi Moutong berbatasan dengan Selat Makassar dan Laut Sulawesi. Sedangkan pesisir bagian Timur berbatasan dengan teluk Tomini dan teluk Tolo.
Bila diperbandingan luas wilayah darat antarProvinsi se Sulawesi, maka Sulawesi Tengah memiliki luas wilayah yang terbesar yaitu 61.841 kilometer persegi, menyusul Sulsel 46.717 km persegi, Sultra 38.141 km persegi, Sulbar 16.787 km persegi, Sulut 13.852 km persegi dan Gorontalo 12.435 km persegi.
Pemindahan Ibukota Negara dan Pusat Pemerintahan serta skenario menjadikan Sulawesi Tengah Sebagai “Jembatan penghubung”dapat direalisasikan. Sulawesi Tengah akan fokus mengurusi dan mengembangkan wilayahnya, utamanya terkait dengan penataan sektor tambang dan migas yang perlu penanganan khusus. Lokomotif ekonomi Sulteng akan bertumpu pada sektor Maritim, Agro, Pariwisata, tambang galian C dan “Jasa Logistik dan jasa lainnya karena perannya sebagai “Jembatan Penghubung”.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu dapat lebih dikembangkan dalam mendorong Industrialisasi Komoditas, karena supply bahan baku yang lebih terbuka dari Kawasan Timur dan Wilayah sekitarnya. Untuk itu diperlukan peningkatan infrstruktur jalan dari Tambu Pantai Barat Donggala dan kabupaten Sigi ke KEK, inovasi dan teknologi dalam rangka peningkatan produktifitas komoditas, Pelabuhan Laut Pantoloan, Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie dan pasokan kelistrikan, serta pengembangan SDM untuk mendukung terwujudnya industrialisasi komoditas di KEK Palu.
Diharapkan rencana-rencana ini dapat terealisasi dan semua ini berpulang kepada komitmen para pemimpin dan masyarakat di Sulawesi Tengah. Dan yang tidak kalah pentingnya Sulteng dan Tim diharapkan dapat bersama-sama menjadi bagian dari Indonesia Hebat di tahun 2045.