Pembangunan pabrik Smelter dan Pembangkit LIstrik Tenaga Gas (PLTG) atau energi gas bumi berkapasitas 500 MW direncanakan akan segera berdiri dikawasan Blok tambang milik PT Vale Indonesia di Kecamatan Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah.
Proyek pengolahan smelter Bahodopi, INCO masih tahap proses request for information (RFI) dan request for quotation dengan menggandeng dua mitra kerja, yakni Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co, Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co, Ltd (Xinhai).
Baca Juga : PT Vale Paparkan Target Penurunan Emisi Karbon Sektor Energi di COP 26
Ketiganya membentuk perusahaan patungan atau join venture (JV Co) untuk membangun delapan lini pengolahan feronikel rotary kiln-electric furnace, dengan perkiraan produksi sebesar 73.000 metrik ton nikel per tahun beserta fasilitas pendukungnya.
Hal ini disampaikan oleh CEO dan Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Febriany Eddy, saat menjadi pembicara di Pertemuan Para Pihak Conference of Parties (COP 26) yang diselenggarakan di Glasgow, Skotlandia 31 Oktober – 10 November 2021.
Menurutnya pembangunan pabrik pengolahan tersebut akan menjadi pabrik nikel dengan emisi karbon per ton nikel terendah kedua setelah Sorowako yang menggunakan PLTA. Menyusul kemudian pada proyek Pomalaa, di Sultra juga akan menerapkan operasional rendah karbon emisi.
“PT Vale Indonesia sangat fokus pada sektor pertambangan dan processing nikel, meski demikian tentunya operasional yang ramah lingkungan menjadi perhatian utama,” kata Febriany Eddy.
Baca Juga : Margin PT Vale Naik AS$271,5 juta di Kuartal III Tahun 2021
Febriany Eddy mengatakan untuk mendukung mitigasi emisi gas rumah kaca, adaptasi dan keuangan. PT Vale Indonesia melakukan strategi dalam mengurangi emisi karbon disektor energy sesuai dengan Konvesi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-bangsa atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
“Saya senang berada di sini, di Glasgow, untuk menghadiri COP-26 UNFCC, mendukung Paviliun Indonesia dan berbagi upaya bersama menuju ekonomi hijau dari perspektif bisnis. Perubahan iklim adalah nyata dan setiap dari kita dapat berkontribusi untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau. Bersama,” ujarnya.
Selain di Kabupaten Morowali, penerapan operasional ramah lingkungan juga telah dilakukan PT Vale Indonesia untuk mendukung komitmen terhadap Paris Agreement, dengan melakukan reklamasi pasca tambang serta pembibitan diwilayah Kabupaten Sorowako.
Diatas lahan seluas 2,5 ha di Sorowako, Sulawesi Selatan, dengan menghasilkan sebanyak 700.000 bibit per tahun untuk merehabilitasi 100 hektar area pasca tambang. Data per September 2021 total lahan yang sudah direklamasi mencapai 3.301 hektar.
Selain itu juga, Febriany Eddy menambahkan saat ini Perseoran telah melakukan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan program penanaman tanaman jenis kayu-kayuan dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di luar wilayah Kontrak Karya PT Vale Indonesia. Tujuannya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi DAS sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Baca Juga : Menakar Konsistensi Vale Indonesia di Industri Pertambangan Global & Nasional yang Berkelanjutan
Saat ini rehabilitasi DAS dilakukan di 13 kabupaten dan 51 desa dengan luas 10.000 hektar tersebar di Luwu Timur seluas 1.490 hektar, Luwu dan Luwu Utara seluas 1.996 hektar, Tana Toraja seluas 1.190 hektar, Toraja Utara, Enrekang dan Pinrang seluas 979 hektar, Bone seluas 1.735 hektar, Soppeng dan Gowa seluas 1.135 hektar, Barru, Maros, Gowa dan Takalar seluas 1.475 hektar.
“Sampai saat ini praktik rehabilitasi kami masih diakui diantara yang terbaik di Indonesia. Untuk itu diharapkan semoga semakin banyak perusahaan tambang yang bisa melakukan praktek pertambangan berkelanjutan seperti yang diterapkan di PT Vale Indonesia Tbk,” paparnya.