OLENG TERSAPU DRAMA KOMITE
BUPATI Anwar Hafid, punya cara tersendiri untuk mengail dana Corporate Social Responsibility (CSR). Kail yang ditebar Anwar, boleh dibilang cukup selektif. Khususnya, perusahaan tambang group nikel yang tergaet. Miliaran rupiah dapat dihimpun setiap tahunnya oleh Komite Pengelolah Kecamatan (TPK) Penerima dan penyaluran CSR, mata kail bikinan Anwar Hafid. Komite dibentuk oleh Anwar, lima tahun silam. Kala itu, Pak Bupati sedang puyeng memikirkan dana alokasi kewajiban dari perusahaan tambang untuk di salurkan ke sejumlah desa.
Pengelolaan dana CSR wajib transparan dan akuntabel. Komite pengelolah dana CSR tak melanggar aturan apa pun. Komite yang dibentuk ini memang mendapatkan keleluasaan menggunakan dana CSR itu. Namun keleluasaan itulah yang patut di curigai untuk dipersoalkan. Ada potensi penyalahgunaan dana yang bisa mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dalam sasaran program CSR. JANJI-JANJI PEMOLES BIBIR
CSR makin populer di kalangan industri. Bertujuan membangun hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat. Berdampak baik juga terhadap citra perusahaan dan promosi produk. Akan tetapi, akhir –akhir ini masayarakat disejumlah desa yang berlokasi dilingkar tambang mulai mengeluhkan. “Saat ini kami memang belum menerima dana bantuan dari perusahaan. Katanya sih belum turun dananya. Tapi kami heran kenapa belum ada turun, jangan –jangan ada apa apanya ini?”. Tanya salah seorang warga yang bersedia diwawancarai Trilogi.co, pekan lalu.
Untuk CSR tahun 2010 dihitung dari jumlah dan muatan kapal yakni Rp 5.000 per metrik ton, yang sudah disepakati. Mulai dari penyaluran dana CSR, kata sumber, tidak tepat guna kepada masyarakat. Hal ini tidak ada juknis, bimbinagan dan pengawasan dalam kegiatan CSR yang telah dilaksanakan oleh pihak pemerintah Kecamatan, desa dan masyarakat. “Terakhir masyarakat diminta buat laporan pertanggung jawaban penggunaan dan CSR. Adapun laporan pertanggung jawaban penggunaan dana CSR yang dibuat oleh masing-masing desa pengguna anggaran hanya sekedar formalitas semata, bahkan ada salah satu desa yang tidak membuat sama sekali laporan pertanggung jawaban”. bebernya.
Selain itu, merefleksi kembali kegiatan CSR tahun 2010 yaitu PT. BDM memberikan penerangan mesin lampu kepada 9 desa binaan yang berjumlah 4 unit mesin yang disimpan pada 4 titik wilayah yakni Desa Siumbatu, Desa Bahodopi, Desa Fatufia, dan Desa Labota, namun kondisi 4 mesin tersebut sangat jauh dengan apa yang diharapkan. “Mesin yang di berikan itu adalah bekas atau second, sehingga setiap harinya mengalami kerusakan dan harus diperbaiki dengan membeli spare park pengganti yang kerusakan utamanya adalah alasan perusahaan yaitu Injector” jelasnya.
Hasil penelusuran Trilogi.co, di beberapa sumber menyebutkan Pelaksanaan kegiatan CSR oleh PT. BDM selama ini baru dua kali dilaksanakan, yaitu pada tahun 2012 untuk program CSR 2011 dengan total anggaran Rp 7.5 M dan tahun 2013 untuk program CSR 2012 juga sama jumlahnya anggarannya Rp 7.5 Miliar. Disisi lain Proses pelaksanaannya dengan memberikan sejumlah uang tunai kepada Masing-masing Desa Binaan dengan jumlah total keseluruhan yaitu Rp 5 Miliar. Adapun sisanya Rp 2.5 Miliar dipergunakan untuk pembiayaan bahan bakar 4 mesin lampu yang berada di desa binaan.
Selain itu, untuk CSR tahun 2013 lalu sampai saat ini juga belum ada informasi yang jelas tentang bagaimana proses penyalurannya dan program apa yang akan di bentuk. Beberapa informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, jika pihak PT BDM menunda penyaluran CSR tahun 2013, karena harus menunggu terlebih dahulu surat perintah dari Bupati kemudian dicairkan. Dengan alasan, pihak perusahaan takut melanggar Perbup tersebut.
Sejak tahun 2014 lalu, desa binaan yang kelolah oleh Komite Pengelolah Kecamatan dan PT. BDM bertambah menjadi 12 Desa Binaan. 12 desa itu Desa Makarti Jaya, Padabaho, Bete-Bete, Bahomakmur, Dampala, Fatufia, Keurea, Labota, Lalampu, Le-le, Siumbatu, dan Bahodopi. Sementara itu, berdasarkan informasi tambahan jika selama ini ketika perusahaan ingin menggelar rapat dengan semua kepala desa binaan cukup menyampaikan pada camat, kemudian camat yang mengundang para kepala desa setempat. selanjutnya Ketemu di kantor Camat Pembahasan – Selesai tanpa basah basih.
“Desain komite ini dibentuk setelah melihat studi banding di lingkar tambang, contohnya Sorowako, di Sorowako seperti itu, ada komite bersama yang mengelolah CSR itu. Saya menyebutkan itu tiga kaki, Ada Camat, Ada Desa, dan perusahaan. Asisten yang mengawasi”. Akui Anwar Hafid ketika dikonfirmasi melalui sambungan telfon pribadinya, satu pekan lalu.
CSR itu dikelolah, kata Anwar Hafid, langsung perusahaan dan masyarakat tidak pernah melalui rekening Pemda. Menurutnya, penyaluran dana itu melalui Komite yang ada di Kecamatan yang sudah dipercayakan dibentuk sebagai penerima dana CSR. “ Jadi itu selalulu dari perusahaan ke kecamatan, lalu ke desa. Mereka lewat komite di kecamatan, pemda yang mengawasi. CSR itu perusahaan yang punya kewenangan, Pemda hanya mengawasi saja,” Kata Anwar, sembari tertawa dibalik telfon genggamnya.
Selama ini, tambah dia, pihak perusahaan sendiri yang mengeluarkan langsung ke Kecamatan melalui Komite itu. Kemudian dari Kecamatan lalu menyalurkan ke masing-masing desa penerima sesuai proram desa itu sendiri. “ Jadi selama ini yang saya tahu perusahaan sendiri yang mengeluarkan langsung ke kecamatan yang mereka bentuk lalu desa desa cairnya langsung ke desa. Dulu di desa itu banyak yang rumah gubuk dan sekarang sudah rumah batu semua,” ujarnya.
Ditanya soal detailya pengalokasian dana CSR itu, Anwar Hafid, megatakan tidak mengetahui dengan alasan tidak terlibat dalam proses kesepakatan antara pihak perusahaan ketika itu. Meskipun dalam pembentukan dan pengelolaah komite sebagai penerima CSR itu, ada perwakilan dari Pemda yakni Asisten I, Camat dan sejumlah Kepala Desa yang masih satu garis komando dengan dirinya yang memangku jabatan sebagai bupati.
“ CSR nya saat ini masalahnya masih sedikit dari perusahaan, sekitar lima miliar atau tujuh miliar ka itu saya lupa, dan itu dibagi bagi ke semua desa di bahodopi itu. Sistemnya mereka yang saya tahu dirapatkan dikecamatan dan kemudian desa itu bikin program. Tapi saya tidak tahu detailnya program itu apa. Sebenarnya kalau yang lebih tahu itu asisten I, soalnya saya tidak tahu detailnya saya hanya mengarahkan agar dananya diperuntukan. Karna selama ini belum ada aturan baku yang mengatur hal itu, semua orang bisa berxperimen dengan itu termasuk saya waktu masih menjadi camat saat itu,” uangkapnya, kepada Trilogi.co.
Terpisah bekas Camat Bahodopi, Zainal ketika dikonfirmasi melalui sambungan telefon, enggan bercerita banyak soal detailnya pengelolalan dan CSR dari perushaan tambang sejak dirinya masih menjabat. Dirinya malah memilih, wartawan untuk melakukan konfirmasi kepada Sekretaris Camat bernama Tahir.
“ Kalau CSR itu, kan ada timnya di Kecamatan yang dikenadalikan kemudian khusus menyangkut persoalan bantuan itu diarahkan langsung ke desa masing masing ditambah lagi pengalokasian ke pendidikan. Silahkan konfirmasi ke pak Tahur dia yang lebih tahu soal ini,” singkatnya kepada Trilogi.co.
Sementara itu, Sekretaris Camat Bahodopi, Tahir, ketika dikonfirmasi justru irit kometar . “Sebentar pak saya masih ada kegiatan, nanti saya hubungi kembali,” singkatnya. Meskipun dihubungi kembali berkali-kali, Tahir, tetap memilih bungkam, bahkan mengabaikan isi pesan konfirmasi yang dilayangkan via pesan singkat SMS, Sampai berita ini diterbitkan.
Dari beberapa catatan kami, untuk daftar perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di area lokasi Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, terdapat enam perusahaan. Diantaranya PT BDM, PT GCNS, PT SMI, PT IMIP, dan PT IRNC. Dari ke enam perusahaan tersebut, hanya PT BDM yang mengeluarkan dana CSR ke Komite Kecamatan di Bahodopi, sedangkan lima perusahaan lainya tidak ada kegiatan pengalokasian. Tentunya dengan ini, membuat sejumlah pihak menuding jika ini tentunya ada indikasi main mata dalam penerapan dalam pengelolaan dana CSR itu.
Pengelolaan dana CSR wajib transparan dan akuntabel. Komite pengelolah dana CSR tak melanggar aturan apa pun. Komite yang dibentuk ini memang mendapatkan keleluasaan menggunakan dana CSR itu. Namun keleluasaan itulah yang patut di curigai untuk dipersoalkan. Ada potensi penyalahgunaan dana yang bisa mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dalam sasaran program CSR. Bagaimana dengan dana CSR PT Vale..?, berikut kami akan mengulasnya edisi berikutnya.