Ada kecurigaan bahwa proyek yang dilakukan 4 kali dendum ini terlalu dipaksakan dan bermuatan kepentingan.
Diantaranya Adendum I HK.02.01/ADD/FASDIKDASAR 1B/PSPPOP.II/02/2020 pertanggal 26 November 2020.
Adendum II HK.02.01/ADD/FASDIKDASAR 1B/PPK-PS.II/01/2021 pertanggal 31 Maret 2021, Adendum III HK.02.01/ADD/FASDIKDASAR 1B/PPK-PS.II/02/2021 pertanggal 29 Juni 2021, dan Adendum IV HK.02.01/ADD/FASDIKDASAR 1B/ PPK-PS.II/03/2021 pertanggal 27 November 2021.
Tak salah jika di proyek ini, publik menilai sebagi praktik proyek ditenggarai nakal. Di proyek ini kontraktor PT SMI dengan leluasa melanggar kontrak tanpa khawatir kena sanksi. Terbukti hingga saat ini PT SMI masih leluasa mengikuti sejumlah tender di wilayah lain.
Dalam praktik lazim, pemilik proyek semestinya berhak memutuskan kerja sama jika kontraktor gagal memenuhi janji. Namun Ironi, justru pihak BP2W memberikan kelonggaran kepada pihak kontraktor dengan 4 kali adendum mesikipun gagal memenuhi kontrak.
Relawan Pasigala menilai pengawasan yang dilakukan BP2W Sulteng terhadap pengerjaan proyek proyek rahab rekon 19 unit sekolah itu dituding lemah.
Hal ini terbukti dengan ditemukanya sejumlah persoalan rumit di lokasi sekolah itu belum rampug dan banyak menyalahi aturan.
“Pengerjaanya tak kunjung selesai, padahal batas waktu kontrak sudah habis. Sejumlah vendor babak belur belum terbayarkan. Saya akan aksi minggu ini, sekalian saya akan laporkan ke KPK “ tegas Raslin ketua Relawan Pasigala, kepada Trilogi.
Raslin mengungkap dari hasil penelusuran bersama anggota komisi X DPR RI, Sakinah Aljufri, di sejumlah sekolah tersebut, ditemukan banyak persoalan rumit.
Proyek yang di danai dari pinjaman bank dunia senilai Rp37,41 miliar itu, dituding berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
“Beberapa pintu, jendela, dan, wc sekolah tersebut dikerjakan asal asalan tanpa pendekatan Build Back Better, terlihat beberapa panel yang sudah retak-retak, tidak presisi, baut dan plat strip diduga juga abal-abal. Bangunan sekolah itu berpotensi mengancam keselamatan anak didik karena beberapa strukturnya miring” bebernya.
Selain itu, kata Raslin, ada satu sekolah yang berada di Kabupaten Sigi, sejumlah guru berkeluh kesah terkait dengan belum rampunganya bangunan sekolah yang dikerjakan dua tahun yang lalu.
Meski begitu, para guru tetap nekat melakukan aktifitas belajar mengajar didalam bangunan yang belum rampung 100 persen itu.
“Madrasah Tsanawiah Kaleke guru-guru mengeluh itu. Hasil penelusuran kami bersama Komisi X DPR RI lalu, ada sekitar 17 unit sekolah Madrasah fase 1B yang tersebar di Kota Palu dan Sigi belum ada yang rampung 100 persen, padahal proyek itu dikerjakan dari tahun 2020” jelasnya.
Atas persoalan kemanusiaan itu, Relawan Pasigala berencana akan melaporkan masalah ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Saya akan laporkan ke KPK karena APH di Palu terkesan lamban menangani kasus tersebut. Kami jadi menduga, ada apa dibalik kasus yang sudah nyata-nyata berpolemik, namun tidak bisa ditindaklanjuti ?” tanya Raslin.