Dirlantas Polda Sulteng Diduga Hina Jurnalis SCTV
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Sulawesi Tengah, Kombes Pol Dodi Darjanto, diduga melakukan pelecehan terhadap jurnalis SCTV Palu, Syamsuddin Tobone, hanya karena menggunakan ponsel untuk wawancara.
Insiden ini terjadi di Tugu 0 kilometer, Palu, pada Rabu pagi ketika Syamsuddin berusaha mendapatkan keterangan resmi dari Kombes Pol Dodi Darjanto.
Kronologi Kejadian
Syamsuddin Tobone, yang juga Kepala Biro SCTV Palu, menceritakan bahwa kejadian bermula saat ia hendak melakukan wawancara yang telah dijadwalkan sebelumnya.
“Saya sudah janji mau wawancara dari kemarin lewat asprinya. Akhirnya tadi pagi Pak Dir bersedia jam 08.30 WITA di Tugu 0. Setelah apel, saya bertemu beliau untuk memulai wawancara. Saya pakai seragam SCTV, rapi. Setelah salam dan kenalan, saya mau mulai merekam. Dia langsung berkata, ‘Kenapa merekam wawancara pakai HP? Saya tidak mau. Masak wawancara pakai HP, HP merek Cina lagi. Suruh direkturmu belikan HP yang canggih,” ujar Syamsuddin, yang dikutip dari Kabarselebes.id.
Syamsuddin mencoba menjelaskan kepada Kombes Pol Dodi Darjanto bahwa teknologi saat ini memungkinkan pengambilan gambar berkualitas tinggi menggunakan ponsel.
Namun, penjelasan tersebut tidak diterima dengan baik.
“Sampai anak buahnya, anggota lantas Polda, datang dan membisikkan kepada saya, bilang sudah, tidak usah dibantah,” tambahnya.
Reaksi dari Komunitas Jurnalis
Insiden ini menimbulkan reaksi keras dari komunitas jurnalis di Palu. Mereka menilai tindakan Kombes Pol Dodi Darjanto tidak profesional dan merendahkan kerja jurnalis yang sering kali harus menggunakan berbagai alat, termasuk ponsel, dalam situasi yang tidak selalu memungkinkan penggunaan peralatan profesional lengkap.
Para jurnalis menuntut klarifikasi dan permintaan maaf dari pihak Dirlantas Polda Sulteng atas pernyataan tersebut.
Sekretaris Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulawesi Tengah, Abdee Mari, menyebut tindakan yang dilakukan oleh Kombes Pol Dodi Darjanto melecehkan profesi jurnalis.
“Menurut dia, seharusnya sebagai pejabat publik dia tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang merendahkan profesi. Kami meminta pihak Polda Sulteng mengklarifikasi hal ini dan memberi sanksi kepada yang bersangkutan,” tegasnya.
Seperti diberitakan oleh Kabarselebes.id, sampai berita ini diterbitkan Dirlantas Polda Sulteng Kombes Pol Dodi Darjanto yang dikonfirmasi via pesan singkat belum memberikan jawaban terkait insiden ini.
Dalam era digital, penggunaan perangkat seperti ponsel untuk merekam wawancara sudah menjadi hal yang umum. Hal ini memungkinkan jurnalis untuk dengan cepat dan efisien menangkap momen-momen penting dan menyebarkannya kepada publik.
Namun, tidak jarang praktik ini dipandang tidak profesional atau tidak sesuai oleh beberapa pihak. Ketegangan yang timbul dari perbedaan pandangan ini memerlukan pemahaman dan kerjasama yang lebih baik antara media dan aparat penegak hukum.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, jurnalis memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi.
Tindakan menghalangi jurnalis dalam menjalankan tugasnya merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tersebut. Selain itu, etika jurnalistik juga menekankan pentingnya saling menghormati antara jurnalis dan narasumber.
Dugaan pelecehan yang dilakukan oleh Dirlantas Polda Sulteng terhadap jurnalis SCTV Palu menyoroti isu penting mengenai hubungan antara aparat penegak hukum dan media.
Kasus ini menggarisbawahi perlunya pemahaman yang lebih baik dan dialog terbuka untuk menghindari konflik serupa di masa depan.
Pihak Polda Sulteng diminta untuk melakukan penyelidikan internal dan memastikan bahwa insiden ini ditangani dengan serius.
Komunitas jurnalis dan publik akan terus mengawasi perkembangan kasus ini untuk memastikan bahwa kebebasan pers tetap terjaga dan dihormati sehingga peristiwa Dirlantas Polda Sulteng Diduga Hina Jurnalis SCTV tidak terulang lagi kepada jurnalis lain.